Lihat ke Halaman Asli

Muhamad Kurtubi

Pengajar di pendidikan nonformal, Ketua PKBM Edukasi Jakarta

Mau Zakat Langsung atau Via Amil

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_249436" align="alignleft" width="300" caption="demo zakat tanpa mencantumkan no rekening, sumber: detikcom"][/caption] Wahai para hamba Tuhan yang tengah "ngebet" pengen berzakat, saya cuma mau berkata-kata di sini. Begini, apakah lebih baik berzakat itu secara langsung saja tidak melalui amil nasional, tahu kan siapa amil-amil nasional itu.  Sebab apa, dengan mengeluarkan sendiri dan langsung ke sasaran, bisa lebih yakin bermanfaat dan kreative. Ah yang bener? Ya bener jare dewek toh, bener kata saya. Sebab apa, sekarang ini banyak sekali amil (panitia zakat) nasional berlomba memasang spanduk-spanduk di berbagai sudut kota lengkap dengan nomor hp, rekening lembaganya dan jumlahnya bejibun. Belum lagi spanduk rt dan masjid di berbagai pelosok. Tapi saya tidak tertarik dengan yang milik masjid atau Rt, karena lingkupnya lebih kecil dan kerjanya dapat terpantau oleh masayarakat. Namun bagaimana dengan amil-amil nasional itu? Berapa biaya untuk bikin spanduk, memasangnya dan biaya untuk panitia pengumpulnya, yang siap di tempat dan masih banyak lagi. Tentu biayanya besar sekali bukan? Nah, kalau sudah lewat lebaran, apakah semuanya disalurkan kepada yang berhak menerima zakat? Berapa persen untuk fakir miskin, berapa besar digunakan untuk lembaganya sendiri, berapa besar untuk kaum marginal, pendidikan dan  lain-lain? semua itu masih gelap. Seorang kawan berujar, "yang penting kan niat mengeluarkan zakat, adapaun nanti amil itu menyampaikan kepada para mustahik (yang berhak menerima zakat) atau tidak, itu tanggung jawab dunia akherat", kata kawanku menjawab status FB seputar ini. Seorang dokter yang tengah praktek di NTT, menulis komentar FB saya, "Saya sangat yakin gak akan pernah peduli pada warga Islam yang ada di daerah Timur, sudah minoritas, banyak muallaf yang fakir dan miskin tapi tiada pula sedikitpun zakat yang mereka terima, yah pendidikan dan kesehatan aja timpang, apalagi yang macam beginian, mind setnya hanya sekitaran jawa... Ken***lah kalau sampai amil nasional hingga pelosok... Preetttt....!!!! Tong kosong nyaring bunyinya...." Dokter ini prihatin makanya dia mengaku  lebih senang langsung ke rumah-rumah terutama di tempat pengabdiannya di Sumba, NTT, terlalu banyak mustahiq tapi terlalu sedikit zakat yang tersedia. "Sedihnya...  Lha wong santri2 di Sumba itu masih banyak sekali  warga yang fukoro wal masakin kok..." Memang benar, anda yang sudah melaksanakan kewajiban berzakat dan sang amil telah menerimanya maka gugurlah kewajiban itu. Selanjutnya harta kita tidak tahu dimasukkan ke mana: bikin masjid, sekolah, bikin jembatan atau untuk apa? tidak jelas bukan? Nah, karena masalahnya tidak jelas, maka sebaiknya hentikan berzakat via amil nasional atau amil yang berpesta spanduk di mana-mana. Berzakatlah dengan cara langsung ke sasaran, Kalau uangnya banyak, jangan meniru gaya orang kaya di jawa yang berzakat dengan cara memangggil orang miskin datang ke rumahnya, ini pasti berbahaya karena crowded. Alangkah baiknya salurkan saja ke pelosok miskin seperti dokter di NTT seperti yang saya tulis di atas. Atau ke Pesantren-pesantren dan lembaga pendidikan yang tidak banyak disentuh oleh pemerintah. Pesantren kenapa saya sarankan, karena banyak asnaf di sana lengkap. Fakir-miskin-ibnu sabil- sabilillah ada semuanya, jadi bukan fakir miskin saja. Pesantren jarang disentuh oleh amil-amil nasional, pesantren juga memiilki warga miskin di sekitarnya. Para kyai sering sekali didatangi oleh orang-orang warga sekitarnya karena minta zakat. Bayangkan di kampung-kampung itu orang miskin mendatangi orang kaya (para kyai) untuk dimintai zakatnya. Kalau saja pak kyai di pesantren itu ada banyak uang, tentu kebahagiaan orang kampung bisa terbagi. So, ini cuma sihir kata-kata, jangan terpengaruh yah. Tapi kalau dianggap rasional dan ingin melihat bagaimana perasaan orang dikasih harta itu  bereaksi senang, datangilah orang-orang miskin secara atau via pesantren. Salam Peduli




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline