Lihat ke Halaman Asli

Kurniawan SYARIFUDDIN

Pengamat Kebijakan Pertahanan dan Kerjasama Pertahanan Internasional

Mobilisasi Kekuatan Nasional dalam Perang Semesta: Studi Kasus Indonesia pada Penyelenggaraan Operasi Seroja 1975

Diperbarui: 6 Mei 2021   07:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Pendahuluan.

Perang adalah merupakan kelanjutan pertikaian politik yang menggunakan cara lain (Clausewitz, 2007), penggunaan cara lain yang dimaksud dapat diartikan sebagai kontak bersenjata yang intens. Sementara itu kontak bersenjata yang intens adalah peperangan antar negara, ataupun kelompok bersenjata yang menggunakan kekerasan, tindakan agresi, penghancuran dan kematian dengan menggunakan kekuatan militer ataupun sipil bersenjata/para militer (ICRC, 2008). Untuk mendapatkan kemenangan terkadang melakukan berbagai cara yang pada akhirnya berkembang menjadi suatu perang total/semesta, dengan menjadikan obyek non-militer untuk dijadikan target ataupun didayagunakan untuk keperluan perang (Moseley, 2002).

Perang total/semesta sendiri pada awalnya disampaikan oleh Jenderal Prusia Carl von Clausewitz yang mengamati dari taktik perang yang digunakan oleh Napoleon Bonaparte, yang tidak saja mengamati efek kehancuran yang dihasilkan pada objek sipil, tetapi juga bagaimana dilakukan mobilisasi kekuatan angkatan perang dengan menerapkan wajib militer (Chickering & Forster, 2000), serta pemanfaatan potensi wilayah sekitar untuk mendukung kepentingan untuk perang, dalam hal ini kebutuhan logistik dan transportasi (Napoleon' s Strategy and Tactics, 2021).  

Penggunaan strategi perang semesta ini kemudian banyak diterapkan oleh banyak negara di dunia untuk memenangkan perang yang dilakukannya (Black, 2006), diantaranya pada saat perang saudara Amerika melalui taktik bumi hangus (Reid, 2011), perang dunia I melalui mobilisasi dan penggunaan infrastruktur non-militer (Gardner, 2018) dan juga saat perang dunia II yang melibatkan seluruh elemen dari kekuatan nasional yang dimiliki dari negara yang berperang (Chickering et al., 2005). Strategi perang semesta/total ini terus digunakan, bahkan pada saat era perang dingin (Osgood, 2006).

Indonesia sendiri juga menerapkan strategi perang semesta pada saat terlibat dalam kontak bersenjata yang intens, yang dimulai pada saat periode mempertahankan kemerdekaan, sehingga berhasil mencegah Belanda untuk melakukan penjajahan kembali (Groen, 1986). 

Definisi dari perang semesta bagi Indonesia sendiri adalah merupakan perang yang melibatkan seluruh rakyat Indonesia dalam bidangnya masing-masing, serta pelibatan seluruh sumber daya nasional yang dimiliki untuk digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan perang, pengertian ini tidak menjadikan masyarakat sipil dijadikan sebagai kombatan seluruhnya (Cribb, 2001). 

Selanjutnya konsep perang semesta ini kemudian terus dikembangkan untuk dijadikan fondasi dalam menyusun strategi pertahanan negara (Turner, 2005). Tapi apakah strategi pertahanan negara ini digunakan juga pada saat melakukan perang yang bersifat ofensif yang dilakukan oleh Indonesia? Terkait dengan hal tersebut maka perlu dilakukan analisa terhadap penyelenggaraan Operasi Seroja yang dilancarkan oleh pemerintah Indonesia pada saat proses integrasi Timor Timur sebagai provinsi ke-27 pada periode 1975-1979, terutama dilihat segi mobilisasi kekuatan nasional yang dilakukan dalam rangka penerapan strategi perang semesta .

Perkembangan Geopolitik 1970-an.

Upaya untuk mengintegrasikan Timor Timur yang dimulai sejak bulan Desember 1975 tidak bisa dilepaskan dari perkembangan lingkungan strategis yang terjadi pada periode 1970-an awal. Perkembangan lingkungan strategis yang terjadi pada tingkat global, regional, maupun nasional ini membawa pengaruh yang signifikan terhadap konstelasi persaingan politik di Timor Portugis pada saat itu. Perkembangan-perkembangan yang mempengaruhi itu antara lain, adalah :

Revolusi Bunga Anyelir/Carnation Revolution di Portugal.

Pada lingkup Global, tepatnya di Portugal, penguasa dari Timor Portugis, pada tanggal 25 April 1974 telah terjadi Revolusi Bunga Anyelir dimana terjadi kudeta tidak berdarah terhadap pemerintahan otoriter Rezim Estado Novo. Peristiwa ini menyebabkan terjadi perubahan di Portugal menjadi lebih demokratis. Tidak sampai disitu saja, ternyata kudeta tersebut mengakibatkan terjadinya persaingan antara sayap kanan dengan sayap kiri di pemerintahan paska kudeta, yang kemudian dimenangkan oleh partai-partai sayap kiri yang cenderung komunis (Wikipedia, 2021a).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline