Lihat ke Halaman Asli

Praperadilan yang Menghina Penegakan Hukum

Diperbarui: 10 Oktober 2018   17:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dok. Edit Pribadi

Seorang pengacara memang bertugas untuk membela kliennya. Dan ia memang dibayar untuk itu. Sebagai salah satu unsur dalam sistem penegakan hukum di Indonesia, Pengacara tentu paham betul mengenai seluk-beluk hukum.

Akan tetapi, sangat disayangkan bila pengacara memanfaatkan pemahamannya itu untuk mencari celah hukum, lalu mengesploitasinya demi kepentingan klien, sampai terkesan melecehkan peradilan itu sendiri.

Kelakuan semacam itu bisa terlihat dari aksi pengacara Gunawan Yusuf yang sudah tiga kali mengajukan praperadilan, lalu mencabutnya lagi.

Secara hukum, aksi itu memang bisa dibenarkan. Karena Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak membatasi maksimal pengajuan praperadilan. Pun dari segi profesi, itu adalah upaya hukum yang sesuai koridor dan merupakan strategi yang cukup jenius. Supaya klien dari pengacara itu bisa terhindar dari pemeriksaan oleh Polisi.

Setidaknya, pengacara itu bisa mengulur waktu untuk kliennya. Karena untuk seorang pengusaha terkenal sekaligus tokoh masyarakat seperti Gunawan Yusuf, diperiksa Polisi bisa jadi aib besar. Meskipun ia masih berstatus saksi. Bukan tersangka.

Kendati menggunakan celah hukum yang masih dalam koridor, tapi kelakuan pengacara yang maju-mundur itu sebenarnya melanggar kode etik mereka sendiri. Yaitu membiarkan terjadinya ketidakpastian hukum. Karena kalau dipikir-pikir, mau sampai berapa kali mereka akan memanfaatkan celah hukum itu?

Lagipula, bila seorang advokat berulang kali mencabut gugatan pra peradilan, akan menimbulkan penilaian buruk pada profesi advokat itu sendiri.

Polisi sendiri sebaiknya tidak menunda-nunda pemeriksaan seorang saksi seperti Gunawan Yusuf, hanya karena yang bersangkutan mengajukan praperadilan. Karena sudah tiga kali ia dan pengacaranya mengajukan gugatan praperadilan. Itu membuktikan mereka tidak punya keseriusan. Atau mungkin sengaja menghina peradilan, dengan memanfaatkan celah hukum yang ada.

Sumber Berita 

 Sumber Berita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline