Lihat ke Halaman Asli

Kecintaan Vs kekuasaan

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia saat ini akan kembali menentukan nasib untuk lima tahun ke depan dengan pemilu capres pada 9 Juli 2014 mendatang. Memang tidak mudah memilih di tengah banyaknya pilihan. Baik pilihan yang telah di tawarkan sejak kampanye Pileg yang lalu belum dimulai. Maupun pilihan yang muncul ditengah-tengah kampanye Pileg untuk mendongkrak suara. Pilihan yang penuh kontrovesi dan berbau pengkhianatan terhadap kesepakatan politik di awal. Namun, apapun itu, tentunya semua telah berjalan. Dan itulah politik, tidak ada kawan maupun lawan yang abadi. Yang ada adalah kepentingan abadi. Semua akan menjadi kawan saat sejalan kepentingannya. Dan menjadi lawan saat berbeda kepentingan.

Terlepas itu semua, yang perlu dicermati secara mendalam adalah bagaimana pendewasaan politik bagi masyarakat dan bangsa ini. Bagaimana bangsa kita harus bangkit dari keterpurukan politik. Dimana semua keputusan haruslah memihak pada kepentingan rakyat seluruhnya. Bukan hanya manis di bibir tapi pahit di rasakan. Dan hal inilah yang telah dirasakan oleh rakyat dan bangsa Indonesia selama lebih 68 tahun di lebih dari 10 kali pemilu. Kenapa ??? Tentu ini menjadi pertanyaan besar kita bersama.

Ada sebuah pepatah mengatakan bahwa hanya seekor keledai yang akan jatuh pada lobang yang sama. Tapi pepatah ini ternyata tidak berlaku untuk bangsa ini. Karena kenyataannya, bangsa ini senantiasa terjebak pada money politic, korupsi, kolusi dan nepotisme negatif. Kok bisa? Ternyata jawabannya adalah karena partai politik yang ada masih banyak yang belum menjalankan fungsinya sebagai media pendidikan politik. Mereka baru menjalankan fungsi sebagai kendaraan politik masyarakat.

Hal inilah yang harusnya menjadi fokus dari partai politik yang ada. Bagaimana menjalankan fungsi media pendidikan politik. Memberi kesadaran politik yang baik bagi masyarakat. Tidak hanya sebatas mencari dan melanggengkan kekuasaan. Memegang kekuasaan merupakan hal penting dalam politik, tapi bukan segalanya. Kekuasaan bukanlah segalanya, tapi kesadaran politik yang tinggi penting untuk meraih kekuasaan sebagai alat mensejahterakan rakyat dan membangun bangsa ini.

Bila kembali pada pilpres nanti, maka tentunya kita membutuhkan sosok atau figur pemimpin yang mampu menyatukan semua perbedaan yang ada di bangsa dan negara kita ini. Bukan pemimpin yang dibesarkan namanya, tapi pemimpin yang besar dan harum namanya ditengah masyarakat. Juga bukan pemimpin yang selalu menumpang tenar lewat nama orang tuanya di masa lampau. Atau nama besarnya di masa lampau. Tapi yang kita butuhkan adalah pemimpin yang memang berawal dari kecintaan terhadap rakyat dan dicintai rakyat karena memang pantas untuk dicintai. Pemimpin yang besar dengan sendirinya, tidak perlu dibesarkan atau mendompleng kebesaran nama orang lain.

Semoga pilpres nanti ada partai yang berani menampilkan sosok baru untuk diperkenalkan menjadi tokoh baru yang perlu untuk dicintai rakyat dan memang mencintai rakyat. bukan hanya sekedar mencari kekuasaan dengan dalih untuk kebaikan. Hal ini dapat kita namai adanya perang antara kecintaan dengan kekuasaan.

Kata orang kecintaan membutuhkan pengorbanan demikian juga kekuasaan. Namun apa artinya kekuasaan tanpa kecintaan dari rakyatnya dan bangsa ini. Sebaliknya kecintaan saja tidak cukup menjadi orang yang ditakdirkan untuk memegang kekuasaan. Jadi manakah yang terbaik? Kecintaan terhadap rakyat, bangsa dan negara serta dicintai oleh rakyat, bangsa dan negara. Atau memegang kekuasaan, tapi penuh kebencian dan dicintai oleh rakyat, bangsa dan negara ini.

Akhirnya penulis hanya serahkan semua pada Allah SWT, tuhan semesta alam yang telah mengatur segalanya. Harapannya kelak bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar dan mampu membesarkan namanya dalam segala kebaikan. Amin ... Waallahu'alam bi shawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline