Lihat ke Halaman Asli

Efendik Kurniawan

Publish or Perish

Menyoal Tuntutan Pidana terhadap Tipikor

Diperbarui: 17 November 2022   08:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi selalu menarik untuk diikuti. Khusus dalam tulisan ini hendak melakukan kajian terhadap proses peradilan pidana dalam penanganan kasus korupsi di ASABRI. Terbaru, Terdakwa BJ dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum. Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan pidana mati karena dalam tindak pidana korupsi yang dilakukan ada alasan pemberatannya.
Di dalam surat dakwaan, BJ didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU TPPU. Apabila melihat dugaan pasal yang dilanggar, maka terjadi perbarengan tindak pidana dalam peristiwa ini, yaitu selain Terdakwa melakukan tindak pidana korupsi juga melakukan tindak pidana pencucian uang sebagai tindak pidana lanjutannya.
Melihat pada pasal dakwaan yang diuraikan di atas, pertimbangan Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan pidana mati yaitu dengan dasar hukum pada Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, yakni dengan dasar keadaan tertentu berupa pengulangan tindak pidana. Hal itu sangat tepat apabila menggunakan pertimbangan tersebut, dibandingkan dengan menggunakan syarat keadaan tertentu lainnya yang tidak sesuai apabila dihubungkan pada peristiwa ini.
Pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa yaitu Terdakwa juga melakukan tindak pidana korupsi pada PT Jiwasraya yang telah divonis seumur hidup. Sehingga, atas dasar pertimbangan tersebut Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan pidana mati, yang sesungguhnya apabila diamati dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, hal ini sangat jarang terjadi.
Saat ini, publik menanti apakah Majelis Hakim juga nantinya akan menjatuhkan sanksi pidana mati, yang artinya mengabulkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Jika hal itu terjadi, maka menjadi sejarah dalam hal penegakan hukum tindak pidana korupsi, sanksi pidana mati telah dijatuhkan. Melihat pada penegakan hukum kasus-kasus yang termasuk tindak pidana tergolong extraordinary crime, seperti penyalahgunaan narkotika dan terorisme sudah pernah diajtuhkan sanksi pidana mati kepada para pelakunya.
Hal ini tentunya menjadi awan cerah bagi penegakan hukum tindak pidana korupsi. Mengingat, secara hukum positif telah membuka ruang untuk dapat dijatuhkan sanksi pidana mati, meskipun dengan syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.
Saat ini, harapab publik ada pada Majelis Hakim untuk dapat memberikan sanksi pidana mati, jika melihat dengan fakta-fakta di persidangan, bahwa hakim yakin untuk menjatuhkan itu. Mengingat, di dalam hukum pembuktian hukum pidana kita, menganut sistem pembuktian hukum negatif, yaitu hakim di dalam menjatuhkan sanksi pidana harus didasarkan pada minimum 2 (dua) alat bukti yang sah dan hakim yakin bahwa terdakwa yang bersalah melakukan tindak pidana tersebut. Dengan kata lain, apabila hakim tidak yakin, maka terdakwa dapat diputus bebas atau lepas terhadap perkara yang sedang dihadapinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline