Hai, namaku Kanya. Aku ingin menceritakan seseorang yang sangat penting dalam hidupku, beliau merupakan seorang Ayah yang biasa kupanggil "Bapak". Bukan Ayah, Daddy, ataupun Abi. Bapak, seorang laki-laki hebat yang menyayangiku lebih dari apapun.
Bapak adalah seorang petani yang menggarap sawah peninggalan nenek, juga memelihara beberapa hewan ternak seperti sapi dan kambing untuk tabungan pendidikanku di masa depan. Setiap pagi Bapak pergi ke sawah untuk mencari rumput sekaligus melihat sawah garapannya. Di musim kemarau, tak jarang Bapak mencari rumput sampai ke desa lain bahkan ke bawah bukit.
Bapak merupakan sosok kepala keluarga yang sabar, bijaksana, tabah dalam mengahadapi setiap masalah, rendah hati serta taat pada agama. Saat aku masih kecil, Bapak sering menggendongku sambil bersholawat apalagi ketika aku sakit. Suara Bapak yang lembut dan merdu saat melantunkan sholawat, membuatku begitu nyaman dalam dekapannya.
Tidak terasa masa kecilku sudah berlalu. Kini saatnya aku menjalani masa remaja. Bapak selalu mengingatkanku untuk hati-hati dalam bergaul, membatasi diri dalam bersosialisasi dengan lawan jenis, dan tidak melakukan hal-hal yang bisa merendahkan derajat kedua orang tua.
Sebagai seorang remaja, seringkali aku melakukan kesalahan hingga membuat Bapak marah. Pernah suatu ketika aku pergi bermain dengan temanku hingga larut malam. Satu kali dua kali, Bapak masih sabar denganku. Tapi kali ketiga, Bapak sangat marah kepadaku.
Saat itu aku pulang dari rumah temanku sekitar pukul 23.30 WIB. Pikirku dengan aku izin Bapak sudah pasti memperbolehkanku, ternyata sesampainya di rumah Bapak sangat marah. Bukannya memaki atau membentak, Bapak justru menasehatiku dengan kata-kata yang masih teringat sampai saat ini.
"Nduk, kamu anak perempuan yang Bapak punya satu-satunya. Bapak kemarin-kemarin memang diam ketika kamu pulang larut malam tapi bukan berarti seterusnya Bapak akan diam. Bapak tidak mau jika anak Bapak dinilai jelek dan tidak benar oleh tetangga. Ibumu juga khawatir kamu kenapa-kenapa selama diperjalanan pulang apalagi kamu naik motor sendirian," ucap Bapak.
"Bapak memang marah melihat kamu seperti ini, tapi Bapak tidak ingin memberikan nasehat kepadamu dengan meluapkan segala emosi Bapak. Bapak tau kamu anak yang tidak suka diberikan nasehat dengan nada yang tinggi, makanya Bapak berbicara dari hati ke hati supaya kamu mengerti," lanjut Bapak mempertegas.
"Bapak tidak marah kamu pergi bermain dengan temanmu, tapi tolong ingat waktu. Ingat juga di rumah ada Bapak dan Ibu yang menunggu kamu pulang. Kamu juga seorang perempuan, kurang pantas apabila pulang larut malam seperti ini. Bapak percaya kamu bisa berubah, tolong jangan kecewakan Bapak ya, Nduk," ucap Bapak sembari mengusap kepalaku.
Nasehat Bapak yang menyentuh hati, membuatku tak bisa menahan air mata. Saat itu aku menangis sejadi-jadinya dihadapan kedua orang tuaku sambil meminta maaf pada mereka. Aku sangat menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatanku.
Semenjak hari itu, aku tidak pernah lagi pulang bermain sampai larut malam. Aku tidak ingin mengecewakan Bapak yang telah memberikan kepercayaan kepadaku bahwa aku bisa berubah menjadi seorang perempuan yang lebih baik dan tidak lagi melakukan kesalahan yang membuat mereka marah.