Selama dua bulan terakhir saya mengajar Ekstrakurikuler Bahasa Inggris di sebuah Sekolah Dasar Islam swasta di tempat saya tinggal. Saya ditawari bergabung dengan salah satu bimbingan belajar Bahasa Inggris yang cukup terkenal. Pertama kali menyanggupi sempat khawatir karena ini pertama kalinya saya mengajar di ruang kelas Sekolah Dasar yang muridnya berjumlah sekitar 20-25 anak (belum praktik mengajar SD dari kampus). Biasanya saya mengajar anak SD di sebuah ruangan sempit kapasitas 4-6 anak. Saya mengajar 2 kelas yakni kelas 1 dan kelas 4, tapi disini saya akan berbagi pengalaman saya mengajar dikelas 1 SD.
Pertama kali masuk ke ruang kelas, seluruh anak memandangi saya dengan tatapan heran. Saya menatap balik mereka satu persatu. Saya mencoba menerka apa yang ada di pikiran mereka. Karena ini pertama kali saya masuk, saya bersikap seramah mungkin, menyapa mereka dan tersenyum. Niat hati ingin memulai menyapa dengan sapaan bahasa yang saya ajarkan, anak-anak malah semakin heran. Saya mengucapkan kembali“good morning” dengan ekspresi yang saya harap anak-anak bisa memahami kalau saya sedang menyapa mereka, tapi anak-anak masih saja diam. Saya menghela nafas, dalam pikiran saya apa yang harus saya lakukan. Saya berusaha mengendalikan diri saya. Tiba-tiba ada salah satu anak berbicara pelan dan seolah-olah berbisik pada temannya, tapi saya bisa mendengarnya. Seingat saya anak tersebut mengatakan “ngomong apa sih dia”. Sayapun menahan diri untuk tidak tertawa melihat ekspresi kedua anak itu yang sangat lucu. Namun disisi lain, saya sedang berpikir bagaimana membuat ke 23 anak didepan saya memperhatikan saya karena disaat yang bersamaan anak-anak lain mulai acuh tak acuh, mulai ngobrol sendiri, ada yang memandangi keluar lewat jendela, ada yang sibuk nulis-nulis sendiri. Kalau saya biarkan semakin lama, saya semakin tidak diperhatikan. Akhirnya saya mengambil posisi berdiri di tengah dan menyanyikan lagu sapaan yang saya pelajari dari video pembelajaran Bahasa Inggris untuk anak. Awalnya saya menyanyi tanpa nada karena saya mementingkan suara saya keras dan bisa didengar anak-anak yang mulai riuh. Akhirnya lama-lama merekapun diam dan saya memperbaiki cara menyanyi saya. Saya mencoba mengajak mereka untuk maju kedepan kelas dengan menarik salah satu anak dan saya bisa tersenyum karena anak-anak mulai mengikuti saya (semacam membuat lingkaran). Sayapun lega akhirnya saya bisa mengendalikan mereka, dan inilah saat yang tepat untuk memperkenalkan nama membuat peraturan kelas dan lain-lain. Meskipun ada yang konsentrasinya mudah terusik, membuat kegaduhan lagi, saya tetap berusaha sabar.
Pertemuan kedua dan ketiga, saya berusaha mencari perhatian dari mereka. Masih berusaha menciptakan suasana kelas yang kondusif. Jadi saya benar-benar dituntut sekreatif mungkin menghadapi mereka. Metode ceramah saya rasa tidak cocok diterapkan di kelas saya ini. Saya mencoba banyak games (games yang berhubungan dengan materi). Tetapi terkadang kalau materi yang saya sampaikan membuat mereka bosan, mereka tidak mau melakukan apapun. Keluar kelas, mainan penghapus (masih pakai kapur jadi kadang mereka membuat debu bertaburan), menyembunyikan tas dan jaket saya, menghapus tulisan-tulisan saya yang dipapan tulis, bahkan mereka berani memanggil saya dengan julukan seenaknya mereka. Kemudian banyak lagi tingkah mereka yang mungkin kalau saya tidak bisa mengendalikan emosi saya, entah penghapus atau benda disekitar saya bisa melayang atau remuk. Sedikit berlebihan mungkin, tapi jujur anak-anak yang saya hadapi memang luar biasa karena sebenarnya tidak hanya sikap kurang baik saja yang mereka perlihatkan tetapi juga omongan /bahasa yang mereka gunakan terkadang saya heran mereka meniru itu dari siapa. Awal-awal saya berpikir apakah saya gagal dalam menjadi guru mereka karena begitu sulit untuk mengendalikan mereka. Tapi saya tidak menyerah, saya mendapat bocoran dari guru kelas mereka kalau memang anak-anak tersebut berbeda-beda latarbelakang mereka dan membuat mereka seperti itu. Bahkan dikelas biasa, tingkah laku mereka bisa lebih dari apa yang saya lihat. Akhirnya saya memahami bahwa mereka memang butuh perhatian khusus.
Pertemuan berikutnya, saya mencoba untuk mendekati satu persatu. Memahami kebutuhan dan keinginan mereka. Dan Mungkin ini yang dirasakan banyak guru-guru diluar sana apabila telah berhasil merebut hati muridnya, perasaan bersyukur luar biasa tidak bisa didiskripsikan dengan kata-kata. Pertemuan-pertemuan selanjutnya anak-anak mulai menyambut kedatangan saya, bahkan saya baru memarkir motor saya ada yang berteriak dari jauh “Miss Nia”, kemudian mereka lari dan memeluk saya, menarik tangan, bahkan ada yang menarik-narik rok dan kamipun bersama-sama menuju kekelas. Walaupun dikelas mereka masih ada yang sedikit tidak memperhatikan, main sendiri, tapi dengan satu teguran lembut mereka diam dan menerimanya dengan baik.
This is the last session, saya tidak bisa mengucapkan “good bye” kepada mereka karena jadwal yang seharusnya bisa bertemu dengan mereka ternyata dipakai oleh sekolah, jadi terpaksa ekstrakurikuler untuk sementara diliburkan. Sebenarnya semester depan bisa tetapi saya mendapat amanah lain, jadi mungkin tidak mengajar disekolah tersebut kembali. Tapi siapa tahu nanti…(berharap ^^). Yang pasti inilah pengalaman saya, walau hanya sebatas guru ekstrakurikuler tetapi sangat berkesan untuk saya. Salah satu yang berkesan untuk saya adalah, ada salah satu murid putra yang dari awal sangat diam, untuk menirukan apa yang saya minta untuk ditirukan saja dia tidak mau, apalagi menjawab pertanyaan saya. Dia diam dan memang terlihat menyendiri daripada teman-temannya. Dia juga tidak mau menulis, saya paksa bahkan saya luangkan waktu untuk mendektekannya diapun tidak mau. Dia memilih keluar. Tapi beberapa pertemuan terakhir ketika saya seperti biasa menulis dipapan tulis sebelum diminta dia mengeluarkan bukunya dan menulis. Dia juga mau menirukan saat saya minta anak-anak untuk berdiri dan belajar mengatakan warna dalam bahasa Inggris. Dia juga minta tolong kepada saya untuk membukakan bungkus makanannya saat istirahat, dan dia tersenyum saat dia pamitan pulang. Itu sesuatu yang luar biasa menurut saya karena kata guru kelas dia tidak melakukannya dikelas pelajaran biasa . Sebenarnya masih banyak hal lagi, anak-anak istimewa seperti mereka membuat saya belajar banyak dan benar-benar merasakan “oh begini ya jadi guru”. Dulu saya pernah bercita-cita ingin jadi guru SD tapi karena sesuatu hal saya tidak bisa lanjutkan cita-cita saya itu, akhirnya dengan bahasa inggrispun saya mempunyai kesempatan untuk mengajar anak-anak SD. Alhamdulillah.. walaupun harus meredam emosi, menguras pikiran, tapi ini tantangan yang menurut saya harus saya eksekusi dengan melakukan yang terbaik. Disini saya juga berlatih untuk bersabar. Untuk calon guru atau guru, sebenarnya ada tips untuk mengendalikan diri ketika dihadapkan dengan sikap-sikap murid terlebih anak-anak kecil yang ramai atau nakal dengan cara ketika mereka diberikan tugas dan mengerjakannya sempatkanlah melihat kepolosan dan tingkah lucu mereka, ekspresi wajah mereka satu persatu, resapi dan pahami coba terka apa yang ada dipikiran mereka, nanti akan ada kekuatan tersendiri kenapa kita calon guru/guru harus bertahan untuk memberikan ilmu dengan cara terbaik kita untuk mereka. Untuk anak-anak saya (berasa tua..) kalian sungguh menginspirasi saya untuk terus belajar dan belajar. Ini menguatkan saya untuk meraih cita-cita saya menjadi guru Bahasa Inggris terbaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H