Lihat ke Halaman Asli

Kebijakan Islam Terhadap Tayangan Film agar Kepribadian Islam Tetap Terpelihara

Diperbarui: 14 September 2023   07:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada dasarnya hukum menonton film adalah mubah dalam Islam. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sayyid Abdullah bin Mahfudz Al-Haddad, dalam kitabnya 'Fatawa Tahummul Mar'ah':

"Sesungguhnya menonton---TV dan sejenisnya---adalah hal yang diperbolehkan dalam Islam, asalkan tidak melewati batas yang menjurus tontonan haram. Seperti gambar telanjang, atau gambar yang menimbulkan berimajinasi bebas, maka tidak boleh melihat atau menonton hal tersebut. Dan diperbolehkan menonton selama tidak mengalihkan atau meninggalkan kewajiban dunia dan agama, apabila melihat sesuatu yang jelek, maka harus meninggalkannya."

Menonton film yang hukum asalnya mubah, berubah jadi haram ketika dihadapkan pada beberapa hal, seperti: melalaikan dari aktivitas yang wajib sebagai umat muslim. Mempertontonkan/mengajarkan/ mengarahkan pada dosa, kemaksiatan dan kezaliman yang merupakan sifat yang merusak. Baik orang itu terpengaruh atau tidak. Allah Swt berfirman:

"Sungguh orang-orang yang menyukai tersebarnya perzinaan di kalangan orang-orang yang beriman akan mendapatkan adzab yang pedih di dunia dan akhirat." (QS An-Nur: 19)

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS Al Isra: 32)

Diperkuat dengan sabda dari Rasulullah saw:

"Sungguh Allah telah menakdirkan untuk anak Adam bagiannya dari zina, ia tidak bisa lepas dari takdir yang tertulis untuknya. Zina mata adalah pandangan, zina lidah adalah percakapan (seputar zina, porno dll), jiwa berangan-angan dan menggelora, sedangkan kemaluan melakukan angan-angan itu atau meninggalkannya." [HR Bukhari nomor 6243 dan Muslim: 2657)

Syaikh Yusuf Qardhawi, dalam kitabnya 'Al-Halal wa Al-Haram fi Islam':

"Tidak ada keraguan bahwa sinema atau menonton sejenisnya sebagai sarana hiburan. Adakalanya digunakan untuk kebaikan, atau keburukan. Pada dasarnya, secara zatnya tidak apa-apa. Maka dari itu, hukum menonton berdasarkan apa yang terkandung dalam tontonan tersebut, baik atau buruk."

Dalam negara sekular-kapitalis hampir tidak ada filter bagi tontonan yang masuk atau tayang dalam negara. Dalam dunia gelap mereka, hal apapun selama itu menguntungkan atau bisa dikomersilkan maka "dihalalkan". Menggaet orang-orang yang dianggap berpengaruh di social media dan memiliki banyak follower untuk kemudian dijadikan sebagai ambassador. Sehingga penggemar maupun followers yang menonton akan mengikuti langkah orang yang mereka idolakan.

Kepribadian manusia terbentuk dari pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah). Tontonan mampu memberikan dampak besar pada perkembangan kepribadian. Dari aktivitas menonton, informasi dari tontonan akan diserap oleh otak untuk diproses dalam akal kita. Menjadikan pola pikir (aqliyah) dipenuhi oleh informasi dari tontonan. Sedangkan pola sikap (nafsiyah) adalah aplikasi dari pola pikir. Jika pola pikir dipenuhi oleh informasi yang salah, keliru, buruk, maka pola sikap yang tercermin adalah yang salah, keliru dan buruk pula. Tak jarang kita mendengarkan berita anak melecehkan anak sebab tontonan porno. Seseorang menjadi tertarik pada sesama jenis sebab melihat konten romantis hubungan sesama jenis. Atau remaja muslimah yang berpenampilan dan berpakaian ala idol kpop tidak peduli aurat. Bahkan tak jarang muslimah yang rela menjadi "sugar baby" untuk bisa memamerkan hidup mewah ala crazy rich kepada followersnya di social media.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline