Lihat ke Halaman Asli

Pandangan Islam Tentang Toleransi Termasuk Kebolehan Mengucapkan Hari Raya Mereka

Diperbarui: 11 Januari 2023   07:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika kita perhatikan, saat ini banyak ulama dan santri yang datang ke gereja. Entah untuk merayakan hari besar agama mereka (Natal) ataupun untuk dialogis keberagaman atas nama toleransi umat beragama. Apa padangan Islam tentang toleransi seperti ini? Dan apa penyebabnya? 

Makna toleransi menurut Islam

Toleransi adalah menyatakan ketegasan sikap dalam berpegang teguh pada keyakinan/akidah Islam. Tak ada campur-aduk agama Islam dengan agama lain. Saat yang sama, membiarkan pihak lain dengan keyakinan atau agama mereka. Dalam bahasa al-Quran: L ikrha f ad-dn. Tak ada paksaan bagi orang-orang non-Muslim untuk memasuki agama Islam. M. Ismail Yusanto dalam Pengantar al-Wa'ie: Toleransi Dalam Islam. 

Adapun pernyataan yang memandang bahwasanya Islam sebagai agama yang datang dari Arab harus menghargai budaya dan adat istiadat yang ada di Indonesia, mengingat di Indonesia ada berbagai agama, budaya dan adat istiadat, maka kita harus mendetili apa makna dari kata 'menghargai' yang mengacu pada toleransi tersebut.

Dalam pandangan Islam, adanya keragaman agama, budaya dan adat istiadat adalah hal yang normal, lumrah, wajar. Namun, Islam melarang kaum muslim untuk memaksa penduduk setempat yang non-muslim/kafir untuk masuk kepada agama Islam. Allah SWT berfirman:

"Untukmu agamamu, dan untukku agamaku." (QS al-Kafirun 109: Ayat 6)

Sehingga jelas larangan Allah SWT untuk mencampuradukkan ajaran Islam dengan ajaran lain. Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga berfirman:

"Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil." (QS al-Mumtahanah 60: Ayat 8)

Ibnu Jarir ath-Thabari menafsirkan QS al-Mumtahanah 60: ayat 8, bahwasanya dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah memerintahkan kaum Muslim untuk berbuat baik kepada sesama manusia, meskipun dia kafir. Selama kekafiran mereka itu tidak memerangi agama Islam. Toleransi terhadap mereka berupa; membiarkan mereka beribadah sesuai agamanya, membiarkan mereka memperingati hari besar agamanya, tidak menghina Tuhan mereka, tidak merusak tempat ibadah mereka, Islam memperbolehkan untuk bermuamalah dengan orang kafir (jual-beli, sewa, ajar-mengajar dalam sains dan teknologi), berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka. Kaum Muslim hanya diperintahkan untuk mendakwahkan Islam kepada mereka dengan hikmah dan argumentasi yang ahsan. Jika mereka tetap tidak mau untuk masuk ke dalam agama Islam, maka umat Islam dilarang untuk memaksa mereka. 

Itulah wujud toleransi dalam Islam yang sesungguhnya. Bukan dengan berpartisipasi dalam kegiatan ibadah maupun tradisi agama mereka. Sebab ini menyangkut keyakinan Islam yang paling dasar. Misalnya, Islam meyakini Nabi Isa AS adalah nabi, sedangkan umat Nasrani meyakini Nabi Isa AS adalah anak Tuhan. Seperti Yahudi yang meyakini bahwa Uzair anak Tuhan. Dalam QS Maryam ayat 30 dan 31, Nabi Isa tegas menyatakan dirinya sebagai AbdulLah (hamba Allah), bukan IbnulLah (anak Tuhan), yang diberi kitab (Injil) dan ditetapkan sebagai nabi. Menuduh Tuhan beranak adalah sebuah kemungkaran amat besar. Sedemikian mungkarnya bahkan digambarkan dalam QS al-Maidah ayat 88 sampai 92, langit pecah, bumi terbelah dan gunung runtuh.

Bagaimana hukum mengucapkan kata selamat atas hari besar mereka?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline