Lihat ke Halaman Asli

Mawan Sastra

Koki Nasi Goreng

Cerpen | Mate Olo

Diperbarui: 17 Januari 2018   01:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi (pixabay)

Sejak kedua matamu menangkap tubuh telanjang istrimu. Ditindih  kepala desa pada sebuah sofa di kediamanmu sendiri. Hidupmu kudapati tidak karuan lagi. Kau lebih banyak menyendiri dan tidak bergairah. Seperti kelaminmu yang loyo manakala istrimu meminta haknya sebagai pakaianmu. Mate olo, entah penyakit itu kenapa bisa menjangkiti dirimu. Kelaminmu yang tidak bisa menegang sekalipun  dirangsang habis-habisan. Kau tidak punya hasrat pada kemolekan tubuh istrimu. Sehingga istrimu jenuh. Ia pun memberanikan diri untuk bersetubuh dengan kepala desa. 

Kau seharusnya tidak diam saja. Saat kepala desa memaksa memakai pakaianmu. Sudah cukup dana desa ia kuras untuk kepentingan pribadi. Beli mobil baru dan merenovasi rumahnya berdalih uang pribadi. Kenyataannya dalam catatan malaikat Atid, tanggal sekian jam sekian hari sekian tahun sekian, ia dan komplotannya memanipulasi rekening kas desa. Proyek mangkrak sana-sini. Tidak puas itu, ia lancang menggauli istrimu. 

Anak yang katanya darah dagingmu sejatinya bukanlah anak kandungmu. Tapi hasil persetubuhan istrimu dengan laki-laki lain. Bagaimana mungkin kamu tidak menyadari itu? Padahal kau tahu dirimu tersandung  mate olo. Bukankah pada waktu itu kau terang-terangan mengakui bahwa belum setetes pun air kelaminmu menyelinap dalam rahimnya. 

Jijikkah kau pada istrimu? Sehingga kau memutuskan untuk mengusirnya dari rumah. Kuberi tahu kau, kepala desa itu enggan mengakui kalau dia telah menyetubuhi istrimu. Ia memutar balikkan fakta. Jadi jangan harap istrimu sekarang ditampung di rumah kepala desa. Tidak seperti itu. Istrimu tertatih-tatih ke sana ke mari mencari tempat tinggal bersama anaknya. Hingga anaknya mati dan ia menjadi seorang pelacur.

Tidak mungkin ia pulang ke rumah orang tuanya. Kau tahu sendirilah, dahulu pernikahan kalian dikutuk oleh mereka. Seminggu sebelum istrimu menikah dengan laki-laki pilihan keluarganya. Kau malah membawanya lari. Kalian menolak keras perjodohan itu. Kalian meninggalkan kampung halaman, hingga sampai di kampung ini. Menetap di sini hingga dikarunia momongan, Anak itu bukanlah anak kandungmu melainkan hasil perzinahan istrimu dengan laki-laki lain. 

Kekeliruan terbesar dalam hidup istrimu adalah saat menerima ajakanmu untuk kawin lari. Meninggalkan laki-laki pilihan keluarganya. Pada kenyataannya ia tidak mengalami kepuasan batin bersamamu. Dan kebodohanmu adalah tidak sadarnya dirimu bahwa kamu mate olo. Nekat merebut ia dari calon suaminya. Pada akhirnya kau tak mampu berbicara banyak di atas kasur. Wajar istrimu berzina dengan laki-laki lain. Dan pantas kamu mengusirnya dari rumah.

Tapi aku tak habis pikir, mengapa kau begitu gila membakar rumahmu? Kau meluapkan segala amarahmu dengan menyirami rumahmu bensin lalu kau lemparkan api. Dalam sekejap kobaran api menjalar, menjilat setiap sudut bangunan itu. Semuanya mampus hangus. Prabotan rumah tangga hingga buku nikah kalian. Sekarang tinggallah puing yang tersisah. Setidaknya hanya ia yang bisa bersaksi tidak harmonisnya hubungan rumah tangga kalian. Kenapa kau tidak ratakan saja dengan tanah? 

Beruntung hanya rumah yang kau bakar. Dalam kasus lain di daerah sana. Ada seorang suami begitu tegah membunuh istrinya lalu ia bakar tubuh istrinya. Hanya karena persoalan ia sering direcoki istrinya dengan permintaan-permintaan yang tidak bisa dijangkau oleh tangan pendeknya. 

Sama seperti kasus perselingkuhan yang dilakukan istrimu. Ada suami yang membacok istrinya bersama laki-laki teman perzinahannya, ia bacok hingga mereka berdua mati. Perselingkuhan memang bukan perkara main-main dampaknya bisa mengalami kehilangan kesadaran. Sehingga rela melakukan tindakan brutal yang tidak dibenarkan hati nurani kita sebagai manusia. 

Kupikir setelah kau mendapati istrimu berzina dengan kepala desa. Kau akan membunuh mereka. Nyatanya cukup bagimu mengusirnya. Wajahnya kau singkirkan untuk tidak nampak lagi pada hari-harimu. Selanjutnya kau bakar rumahmu. Mungkin kau trauma lantaran rumah itu menjadi tempat istrimu bersama kepala desa merasakan titik klimaks persetubuhannya yang tidak dibenarkan dan amat dikutuk dalam agama yang kalian anut. 

Sekarang kau tidak memiliki rumah lagi. Hidupmu makin tidak jelas. Kau lebih banyak menyendiri dan melamun. Entah kondisi kejiwaanmu apakah sudah berantakan. Tubuhmu kian kurus dan tampilanmu kumal. Sejak rumahmu kau hanguskan. Kau pun pindah di pinggir sungai. Waktumu kau habiskan hanya memandangi sungai yang tercemar karena tangan serakah manusia, yang tidak bersahabat dengan alam lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline