Arik Sugianto dan Kendang Malangan
Arik Sugianto (32), seniman pembuat kendang malangan mendapat undangan sebagai salah satu narasumber Lokakarya Produksi & Distribusi Alat Musik Tradisional, 24 Oktober 2020 pukul 10.00 WITA. Kegiatan dihelat di Kebun kopi, Br.Anyar Sanketan, Penebel, Tabanan Bali. ALDO Holiday & Convex sebagai panitia penyelenggara lokakarya mendapat dukungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Narasumber Lokakarya Produksi & Distribusi Alat Musik Tradisional adalah I Wayan Tuges (gitar ukir), Yude Andiko (yudelele), I Ketut Dernen (gamelan jegog), Agus Supriatna (suling bambu), Rizal Abdulhadi (gitar bambu), Arik Sugianto (angklung dan kendang), Neo Akbar (baladenda), Putu Evie & Vaughn (gamelan bali). Nita Aartsen, musisi jazz menjadi moderator.
Tulisan sederhana ini untuk mengenal lebih dekat sosok Arik Sugianto yang mampu membuat berbagai instrumen musik tradisional.
Awal Karir
Arik Sugianto kelahiran 24 Juni 1988. Umur 6 tahun sudah menjadi siswa kelas 1 SD. Saat kelas 2 sekolah dasar, Arik sering bermain ke rumah Pakde dan Bude yang terletak persis di belakang rumahnya, Jl. Lesanpuro gang 6 Kota Malang. Tahun 1995, Pakde Arik membuat kendang untuk kepentingan pribadi.
"Timbangane agir-agir (tengkurap) dan melihat-lihat saja lebih baik kamu bantu membersihkan bulu (nyosrok bulu)," kata Pakde-nya. Mulailah Arik kecil nyosrok kulit kambing. Honornya 500 rupiah-duit gambar monyet. Untuk tambahan uang saku sekolah. Setelah proses nyosrok, malamnya Arik kecil ikut ke sungai.
Ngekum (merendam) kulit kambing di sungai Amprong. Paginya membawa kluwungan (bodi kendang belum ada kulit). Dipasang kulit kambing dan dijemur hingga 3 minggu. Menggunakan kulit kambing karena kulit sapi mahal waktu itu, dan sulit mencari kulit sapi. Pakde nya Arik membeli kulit kambing di tetangga yang habis hajatan.
Proses Pembersihan Kulit
Kulit kambing disiram abu panas. Dikerok dengan entong bambu. Namun tiga tahun terakhir Arik Sugianto sudah memakai kalsium, dolosit, play as sebagai pengganti abu panas.