Hari ini 28 oktober 91 tahun yang lalu, ribuan orang-orang muda berusia sepantaran 20-35 tahun berkumpul di gedung museum, kota Batavia. (Jakarta)
Ada sebahagian dari mereka datang langsung dari Pulau Sumatera, Pulau Bali, Pulau Ambon setelah menempuh perjalanan berhari-hari di Kapal Laut.
Mereka yang menyebut dirinya sebagai Pemuda menyelenggarakan acara suatu pertemuan akbar bernama Kongres Pemuda 27-28 Oktober 1928.
Dalam acara tersebut, yang jauh sebelumnya sudah dirancang dan dipikirkan ditahun 1915, dimana berawal dari kegelesihan akan kesengsaraan yang dialami bangsa Indonesia dalam penderitaan penjajahan kolonial Belanda, dirumuskanlah suatu kesimpulan ; Bahwa bangsa Indonesia harus perlu bersatu.
Atasa dasar itulah, Kongres Pemuda 1928 dilaksanakan untuk mencapai suatu pemufakatan diantara seluruh pemuda yang datang dari Jawa, Sumatera, Madura, Bali dan Ambon.
Mereka akhirnya sepakat untuk mendeklarasikan diri bersatu, yang kemudian diterjemahkan pada 3 poin naskah Sumpah Pemuda.
Kongres dan naskah ini kemudian dikenal sebagai suatu tonggak sejarah, atau titik mula perjuangan pergerakan bangsa Indonesia secara kolektif dan bersama-sama. Semangat Pemuda ditahun 1928 tersebut kemudian mengilhami dan menginspirasi serta memacu semangat perjuangan yang semakin berkobar, bila dahulu sebelum Sumpah Pemuda perjuangan melawan kolonial masih bersifat regional dan kesukuan, setelah para Pemuda mengikrarkan diri maka dimulailah konsep perjuangan melawan kolomial yang serentak, bersifat nasional dan kolektif.
Sebab, dengan persatuan yang dilahirkan dalam sumpah pemuda itulah yang menjadi senjata utama Bangsa Indonesia mampu mengusir para penjajah ; Bersatu untuk kuat, kuat karena bersatu.
Namun hal itu tak lagi dapat dirasakan dewasa ini, makin hari semangat sumpah pemuda semakin luntur, pemuda seakan telah kehilangan daya magisnya.
Berbagai pujian-pujian dan gelar-gelar yang disematkan kepada pemuda sebagai agen perubahan, atau penggugah bangsa, penerus bangsa dan lainnya seakan tak sebanding dengan kondisi pemuda tersebut saat ini.
Di era milenial, kebanyakan pemuda masih berkutat dalam pusara narkotika. Ya, statistik mencatat ada 25 % milenial atau 2,5 juta orang generasi penerus bangsa yang berhubungan dengan narkoba. Setidaknya 40% atau 1 juta dari angka tersebut merupakan pelajar dan mahasiswa yang masih dibawa umur serta sisanya adalah pemuda.