Lihat ke Halaman Asli

Menyoal Kekerasan Agama Meneropong dari sudut Pandang Maqasid Syari'ah

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dimuat di Harian HALUAN (Jum'at, 25 Maret 2011)

Dalam berbagai bentuknya, kekerasan tidak bisa ditoleransi lagi. Untuk menyikapi perbedaan, baik karena agama, pandangan keagamaan, maupun lainnya, semua pihak harus bisa menahan diri tidak menggunakan kekerasan untuk menyelesaikannya” (M. Quraish Shihab)

Kekerasan yang bernuansa agama tak kunjung berhenti. Yang terjadi baru-baru ini, kasus penyerangan warga Ah­madiyah di Cikeusik, gereja di Temanggung dan pesantren YAPI di Pasuruan, kekerasan keagamaan terjadi juga di Indramayu. Sekelompok orang tak dikenal melempari rumah pengikut aliran Tarekat hingga kaca dan perabotan rumah pecah. Beruntung penghuni tidak berada di tempat, hingga peristiwa tersebut tidak mene­lan korban jiwa. Sampai pada teror bom yang dikemas dalam bentuk buku  yang dialamatkan kepada individu.

Seperti diberitakan, tiga bom berbentuk buku, Selasa (15/3/2011) yang lalu, diki­rimkan kepada Kepala Badan Narkotika Nasional Gorries Mere, aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla, dan Ketua Umum Pemuda Pancasila Yapto Soer­josoemarno. Bom yang ditu­jukan untul Ulil meledak di kantor Komunitas Utan Kayu saat hendak dijinakkan Kasat Reskrim Polres Jakarta Timur Komisaris Polisi Dodi Rah­mawan yang mengakibatkan Kasat Reskrim Pelres Jakarta Timur tersebut mengalami luka yang cukup serius.

Tidak hanya sampai disitu terror bom buku juga mener­jang musisi kenamaan tanah air, Ahmad Dhani. Paket buku berisi bom itu dikirim ke kantor Republik Cinta Mana­ge­ment (RCM) milik Dhani di Jalan Pinang Mas 3 Nomor E1,  Jakarta Selatan, pada hari yang sama dengan diterimanya tiga bom buku lain di lokasi berbeda.

Mengapa konflik bernuansa keagamaan yang berujung kekerasan dan merusak ini tidak kunjung reda? (Si)Apa yang salah? Adakah solusi mengelola konflik keagamaan agar produktif dan tidak destruktif?

Semua pihak sepakat bahwa aksi kekerasan keagamaan tidak dapat dibenarkan dan berusaha mengenyahkannya dari muka bumi ini. Namun begitu, pemerintah, lembaga yang diamanati konstitusi melindungi hak setiap war­ganya, cenderung mengantisipasi kekerasan keagamaan dengan pendekatan teologi.

Konsep maqasid al-syariah bertujuan untuk mewujudkan kebaikan sekaligus meng­hindarkan keburukan atau  menarik  manfaat  dan me­nolak mudarat, istilah yang sepadan dengan inti dari ma­qasid al-syari’ah tersebut adalah maslahat, karena penetapan hukum dalam Islam harus berorientasi kepada maslahat tanpa ada yang termarginalkan.

Sejak awal syari’ah Islam sebenarnya tidak memiliki tujuan lain kecuali kemas­lahatan manusia. Ungkapan standar bahwa syari’ah Islam dicanangkan demi kebahagiaan manusia, lahir-batin; duniawi-ukhrawi, sepenuhnya mencer­minkan maslahat. Akan tetapi keterikatan yang berlebihan terhadap nash, seperti apa yang diusung dan dibumingkan oleh faham ortodoksi, telah mem­buat prinsip maslahat hanya sebagai jargon kosong, dan syari’ah yang  pada  mulanya  adalah jalan yang lapang, yang bisa ditempuh dan dilalui setiap orang telah menjadi jalan yang sempit yang hanya terun­tuk bagi dirinya sendiri dan orang yang sehaluan dengannya.

Dengan demikian,  jelas  bahwa  yang  fundamental  da­ri  kerangka pemikiran hu­kum Islam adalah maslahat, maslahat manusia secara uni­versal, atau dalam ungkapan yang lebih operasional “kea­dilan social”. Tawaran teoritik (ijtihadi) apa pun dan bagai­mana pun, baik didukung dengan nash atau pun tidak, yang bisa menjamin terwu­judnya maslahat  kemanusiaan, dalam kacamata Islam adalah sah, dan umat Islam terikat untuk mengambilnya dan merealisasikannya. Sebaliknya, tawaran teoritik apa pun dan yang bagaimana pun, yang secara meyakinkan tidak men­dukung terjaminnya maslahat, lebih lebih yang membuka kemungkinan terjadinya kemu­daratan, dalam kacamata Islam, adalah fasid, dan umat Islam secara orang perorang atau bersama-sama terikat untuk mencegah dan meng­an­tisi­pasinya.

Sebagai Tolak Ukur Tindakan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline