Bulan lalu Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa produksi beras surplus 2,8 juta ton.Data terbaru BPS ini menggunakan metode kerangka sampel area (KSA) untuk melakukan penghitungan luas panen gabah kering giling (GKG) untuk kemudian dikonversi menjadi proyeksi produksi beras secara nasional. Data ini merupakan penyempurnaan dari data BPS sebelumnya yang menggunakan metode 'klasik'/ eyes estimated.
Fakta telah menunjukkan bahwa sekalipun dengan menggunakan metode baru KSA, terbukti produksi padi pada tahun 2018 masih lebih tinggi dari kebutuhannya. Melihat kenyataan ini, sudah ditegaskan oleh Bapak Wakil Presiden RI bahwa tahun ini tidak ada impor beras yang diperkuat lagi oleh pernyataan Kepala Dirut Perum Bulog bahwa stok beras kita aman sampai dengan pertengahan tahun depan. Adanya pendapat sejumlah pihak yang masih berpikir perlunya impor dikhawatirkan dapat mendemotivasi petani padi. "Jika petani tidak menanam, bangsa ini tidak makan."
Kita perlu memahami bahwa untuk mencapai kedaulatan pangan, Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Untuk itu, kami saat ini selalu mendorong untuk berpikir "out of the box". Setiap tantangan harus ditempatkan sebagai kesempatan yang justru menguntungkan kita dalam upaya meraih kedaulatan pangan.
Salah satu persoalan yang membayangi sektor pertanian sejak lama adalah konversi lahan pertanian. Di sejumlah sentra produksi pertanian, lahan produktif beralih fungsi menjadi lahan perumahan maupun industri. Tapi kondisi ini tak sepantasnya membuat kita berpangku tangan.
Perlu diantisipasi untuk meningkatkan luas areal tanam baru. Potensi yang kita miliki luar biasa, berdasarkan data Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) total lahan rawa yang berpotensi untuk dikembangkan 9,52 juta hektare. Lahan tersebut tersebar di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan dan Lampung.
Pemanfaatan teknologi dan sinergi berbagai pihak perlu ditingkatkan sehingga rawa dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produksi pangan. Kementerian Pertanian memberikan dukungan mekanisasi pertanian seperti eskavator dan melakukan pembangunan irigasi. Penggunaan varietas adaptif lahan rawa juga dipercaya akan mendorong keberhasilan budidaya tanaman di lahan rawa. Varietas padi unggul yang adaptif terhadap genangan memungkinkan produktivitas padi di lahan rawa mencapai 6 hingga 9,5 ton per hektare. Selain itu, pemanfaatan lahan rawa juga dapat dilakukan dengan menjalin kerja sama antara pemerintah pusat, TNI, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Fokus pada Kesejahteraan
Persoalan kedaulatan pangan tidak hanya terbatas pada pengelolaan sumber daya alam. Potensi sumber daya alam tidak dapat termanfaatkan maksimal tanpa dukungan sumber daya manusia atau petani yang mumpuni. Karena itu, segala kebijakan harus menitikberatkan pada capaian utama yakni kesejahteraan petani. Hal ini bisa kita lihat dan cukup menggembirakan, dimana Nilai Tukar Petani (NTP) yang menjadi tolak ukur daya beli petani terus meningkat. NTP tahun 2018 (Januari s.d. September) mencapai 102,25 atau naik 0,27 persen dibandingkan NTP pada periode bulan yang sama pada tahun 2014 yang sebesar 101,98 persen.
Kesejahteraan petani juga terlihat dari membaiknya Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) dalam beberapa tahun terakhir. Data BPS menyebutkan tahun 2014 nilai NTUP (Pertanian Sempit tanpa Perikanan) hanya sebesar 106,05, namun dan 2015 dan 2016 berturut-turut meningkat menjadi 107,44 dan 109,83. Nilai NTUP pada tahun 2017 juga kembali membaik menjadi 110,03.
Kita juga perlu mensyukuri bahwa selama empat tahun ini, kebijakan yang dijalankan Kementerian Pertanian telah membawa sektor pertanian Indonesia ke arah yang lebih baik. Ini terlihat dari ekspor komoditas pertanian yang semakin meningkat, tercatat nilai ekspor pertanian tahun 2017 meningkat 24 % dibanding tahun sebelumnya, dan angka impor yang menurun di beberapa komoditas pertanian stretagis.