Wajahnya ketakutan. Hal yang biasa, namun bukanlah kebiasaan yang menyenangkan. Rasanya selalu saja gugup. Melewati koridor sekolah dengan tenang. Fokusnya hanyalah jalan menuju kelasnya. Dengan tangan yang memegang tali tas dan kaki yang dibalut sepatu, yang bahkan bagian bawahnya sudah menganga.
***
Menjadi anak tunggal dengan ibu yang jarang di rumah sudah menjadi hal biasa bagi Dera. Dia bukanlah anak dari keluarga mampu dengan ayah dan ibu yang memanjakannya mengingat dia anak tunggal. Faktanya dia hanya memiliki seorang ibu. Jika ditanya dimana ayahnya, maka dia hanya akan diam.
"Kamu udah makan, Nak?"
Pertanyaan sang Ibu yang baru saja pulang dari bekerja sebagai penjual aneka kue basah hanya dijawab oleh gelengan.
"Maaf ya, Ibu lupa masak tadi. Ibu juga gak beli makanan apapun. Kita makan kue ini aja yuk?"
"Iya Bu," jawab Dera.
Sambil memakan kue yang terlihat masih lumayan banyak, Dera merenungkan banyak hal. Tentang mengapa ibunya tidak memasak adalah bukan karena lupa. Tetapi karena kenyataannya mereka memang tidak memiliki beras. Perkataan ibunya tentang tidak membeli makanan apapun juga karena kue yang dibuat ibunya masih sangat banyak. Bahkan di umurnya yang masih belum dewasa ini, Deri bisa melihat bahwa sang ibu memang menutupi banyak hal.
"Ibu mau ngasih kue ke tetangga dulu ya. Kalo udah selesai makan langsung aja tidur."
"Siap Bu," ujar sang anak dengan tangan yang membentuk gerakan hormat, membuat sang ibu terkekeh melihatnya.
***