Lihat ke Halaman Asli

Kekacauan Gagasan Islam Nusantara

Diperbarui: 23 Juni 2015   21:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


  •  

KEKACAUAN GAGASAN ISLAM NUSANTARA

Akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah “Islam nusantara” yang entah siapa penggagasnya, namun semangatnya bisa dimengerti. Ide itu muncul sebagai respon atas kebiasaan sebagian masyarakat muslim yang mempraktekan budaya ke arab-araban, enth itu cara berpakaian yang memakai gamis, atauppun juga dalam pengguanaan beberapa kata-kata sehari-hari seperti ana, antum, ahwat, dll.
Konsep Islam Nusantara agar masyarakat Indonesia bisa berislam tanpa harus ber arab-araban, melainkan tetap berbudaya nusantara. Gerakan yang ikut dipopulerkan jokowi ini telah menyita banyak perhatian seperti membaca qur’an dengan langgam jawa.
Terlepas dari kesadaran budaya tadi, konsep Islam Nusantara ini menyimpan kerancuan, berikut adalah beberapa tinjauan saya mengenai penggunaan istilah tersebut :
1. Penggunaan embel-embel setelah kata Islam itu menunjukan sesuatu itu bukan islam original, dengan kata lain ya bukan islam. Kita sering mendengar kata Islam liberal, islam radikal juga sekarang Islam nusantara. Istilah ini sama halnya dengan istilah “Samson Betawi” , "be“Paris van java”, "belanda depok'“, " Blackbery China” “Film TV”. Samson betawi mengisayaratkan bahwa Samson yang ini adalah Samson versi baru, bukan Samson sejati, karena Samson bukan dari betawi.
2. Islam sendiri duperuntukan bagi seluruh manusia, di belahan bumi manapun. Tanpa harus menambahkan embel-embel Negara ataupun Ras Islam sudah cukup menjadi sebuah ajaran yang universal. Jika ditambah embel-embel Negara ini jadi rancu, sama halnya seperti penyebutan Hak asasi manusia Indonesia.
3. Jika konsep ini dimaksudkan untuk mempertegas budaya serta kearifan local, maka itupun tak perlu menggunakan Islam nusantara. Islam adalah sebuah konsep, nilai serta kepercayaan, atau orang menyebutnya sebagai agama. Secara bersamaan kita bisa tetap menjalankan nilai serta ajaran Islam dengan tetap berbudaya nusantara. Dengan kata lain kita bisa beragama Islam dan berbudaya nusantara. Karena memang budaya brbeda dengan agama. Kepercayaan, budaya, ras, status social, dll adalah sesuatu yang bisa melekat atau dimiliki oleh setiap orang. Itu semua bisa berjalan secara bersamaan. Jika Islam ditambahi kata nusantara, malah menjadi primordial, karena penggagas konsep ini sudah pasti orang nusantara yang ingin menjelaskan identitas budayanya. Tapi konsep ini akan sejajar dengan kata Islam kulit putih, Islam bangsawan, Islam intelktual, dll. Toh ras, status social dan kedaerahan sama-sama merupakan identitas primordial.

Entah istilah Islam apa lagi yang akan muncul berikutnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline