Lihat ke Halaman Asli

Menggugat Klaim Keterwakilan Rakyat Dalam Pilkada

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

MENGGUGAT KLAIM KETERWAKLAN RAKYAT DALAM PILKADA

Terkadang apa yang kamu suka itu buruk buatmu, terkadang apa yang kamu tak suka itu lebih baik buatmu.

Sebelum memulai bahasan saya ingin mengajukan pertanyaan silah jawab sendiri. Apakah rakyat dilibatkan dalam mmilih dasar negara? apa ada referendum tuk mementukan sistem politik di negri ini? (misalkan pake islam, Komunis, demokrasi, atau apapun itu) apakah rakyat terlibat dalam penyusunan UUD 45 dan pancasila? atau semua produk elit semata?

Di dunia ini selalu saja kita temui dua atau lebih pandangan yang saling bertolak belakang. Perdebatan Antara pro dan kontra terjadi dalam berbagai hal. Lalu bagaimana kita menilainya dengan jujur, realistis dan benar?. Untuk mempermudah penilaian kita harus membuat metoda klasifikasi ruang. Antara ruang harapan dan ruang fakta, juga antara ruang premis dan ruang konklusi. Sebaik apapun harapan, untuk apa jika faktanya berlainan, semenarik apapun premis, untuk apa jika konklusinya buruk.

Dalam kehidupan kita selalu menemukn harapan dan Fakta. Kita dapat menganalisa apakah sebuah stitment itu fakta atau harapan belaka. Tentunya fakta dapat dilihat banyak orang dan tentu tidak akan bisa disangkal leh siapapun, sedangkan harapan tidak kongkrit dan tak terukur. Dan dari sisi yang lain, ruang premis adalah ruang proses sementara konklusi adalah ruang hasil. Dengan dua klasifikasi ruang itu saya akan menganalisa beberapa stitment yang selama ini menjadi pro kontra yaitu pilkada langsung dan semokrasi itu sendiri.

BENARKAH PILKADA LANGSUNG MEWAKILI KEPENTINGAN RAKYAT?

Untuk menjawab ini, kita harus berpikir jernih dan menghilangkan perasaan kelompok.

Dari sisi ruang harapan pilkada langsung merupakan harapan agar rakyat berdaulat memilih pemimpin yang terbaik. Itu tentu bagus, tapi jika kita bandingkan dengan fakta, apakah benar demikian. Apakah fakta berbicara dengan pilkada langsung tercipta pemimpin yang bersih dan tebaik?

1.Rakyat kebanyakan tidak tau secara personal, bagaimana karakter calon pemimpin mereka? Bagaimana cara berpikirnya? Apa metodeloginya? Seberapa besar dia bisa dipercaya? Dan dari beragam hal mengenai calon pempin, rakyat hanya tau apa yang dia dengar di media. Rakyat gak kenal prabowo ataupun jokowi kecuali dari berita media. Dan tentunya berita bisa diatur oleh pemilik media, agar mendapat simpati rakyat. Apalagi untuk skup kabupaten, dimana calon bupati bukanlah orang terkenal, sama sekali rakyat blank tidak tahu siapa dan bagaimana karakter pemipin mereka. Hasilnya, Siapa yang lebih menguasai Media, dia berpotensi besar dipilih oleh rakyat. Yang lebih tau mengenai mereka ialah orang-orang dikalangan mereka sendiri.

2.Harus diakui bahwa rakyat tidak rindu pemilu, bahkan ketika musim pemilu pun rakyat malas ke TPS dan banyak yang golput. Dan yang datangpun banyak karena ming-iming materi, apakah itu uang atau sembako yang dibagikan kepada personal pemilih, atau fasilitas umum, seperti jalan, alat oalhraga, dll. Jangan disalahkan rakyat ketika mereka berlaku demikian, itu karena dia taudari pemilu ke pemilu hasilnya tak jauh, wakil rakyat dan pejabat sibuk dengan urusannya sendiri sementara rakyat ditinggalkan. Akhirnya dari sikap pesimistis seperti itu lahirlah pragmatsme pemilih. Siapa yang bisa menjanjikan pemberian dialah yang akan dipilih. Dan kita semua faham, bahwa untuk menjadi wakil rakyat, apalagi bupati, perlu uang yang banyak. Jangankan yang tidak terkenal dan money politik, orang yang terkenal dan tidak money politik pun tentu membutuhkan uang yang banyak, untuk jamuan acara pertemuan, dan alat peraga. Kesimpualan point dua ini : Siapa yang lebih banyak Uang, ia lebih potensial untuk dipilih.

3.Di Indonesia hanya ada 4 orang pemimpin yang diajukan oleh rakyat 1 gubernur, tiga bupati. Selebihnya semua dating dari partai. Terlebih untuk presiden, sama sekali tak ada pilihan dari jalur indevenden. Meskipun pilkada langsung, toh mereka harus melewati seleksi tahap pertama yaitu pengusungan calon dan wakil oleh partai. Buat anda yang benci partai, maka disini partai masih menentukan. Artinya sebaik apapun orang, mereka harus masuk salam skema partai. Jika dalam perdebatan pilkada, ditakutkan adanya main mata antara calon dengan DPRD, maka dalam pilkada langsung kesempatan itu tetap ada. Malah jadi makin bayak. Bukan hanya beli partai, tapi juga beli suara rakyat, beli media dan beli lembaga survey. Kesimpulanya, tak ada orang yang sekonyong-konyong dicalonkan tanpa Melalui mekanisme partai, dan partai berfungsi sebagai pengusung. Dan yang indevenden pun biasanya orang partai juga, namun kalah di partai oleh saingan.

4.Karena butuh biaya tinggi akhirnya sang pemimpin terpilih harus banyak ganti rugi kepada para investor politik, ini tentunya jadi motiv pertama korupsi. Wajar kalau pasca pilkada langsung ada sudah 330 (80%) bupati terjerat kasus korupsi.

Dengan empat point tadi bisa disimpulkan bahwa : DALAM HARAPAN pilkada langsung dianggap akan menelurkan pemimpin bersih dan baik, tetapi dalam FAKTA itu tidak terjadi, malah makin parah.

Silahkan anda mau bermain dengan harapan atau fakta.

Menurut premis pilkada langsung itu melibatkan rakyat, rakyat berpartisipasi, rakyat berbondon-bondong ke TPS untuk memilh pemimpin ideal, dari premis itu apa konklusinya : KONKLUSINYA rakyat tetap sengsara, sementara pemimpin bertambah kaya. Masyarakat jojakarta tak pernah menginginkan pilkada tuk milih sultan, karena memang melikih pemimpin itu bukan kebutuhan rakyat, kebutuhan rakyat adalh diperlakukan adil oleh pemimpin. Atw juga rakyat tak pernah menuntut pemilihan camat secara langsung. Tapi bila suatu saat camat dipilih langsung, trus kemudian diangkat lagi oelh bupati, mungkin akan muncul polemic juga seperti sekarang, rakyat kecamatan dianggap dirampas hak suaranya.

Itu hanya membahas sisi keterwakilan saja, belum membahas efek konflik horizontal, penghamburan Biaya, Berantakanya kota, dll.

Pertanyaan saya, apakah pilihan rakyat akan selalu benar? Kalau ya berarti anda tak perlu kawatir dengan orang partai, wong mereka dipilih rakyat. Kalau tidak, ya buat apa pilkada langsung, wong pilihan rakyat akan salah juga.

DEMOKRASI

Analisa saya ini bukan hanya untung pilkada langsung saja, tapi juga untuk partai dan sistem demokraasi secara keseluruhan, coba anda analisa sendiri.

Menurut harapan Demokrasi itu sistem untuk membuat rakyat berdaulat dan sejahtera, sekarang anda jawab sendiri FAKTANYA : …………….

DEmokrasi adalah alat dimana menusia yang tak tau apa-apa diberi kewenangan, alat dimana seseorang harus memilih orang asing yang tak ada hubungan dengan kehidupannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline