Manusia merupakan makhluk sosial, artinya makhluk yang tidak dapat terlepas dari keberadaan manusia lainnya. Dalam menjalani kehidupan sehari-harinya manusia akan selalu membutuhkan orang lain, baik dalam hal pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, serta papan. Oleh karena itu sejak dahulu, sekarang, ataupun nanti manusia akan selalu berkomunikasi dengan orang lain. Salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan oleh setiap orang adalah komunikasi lisan, yakni komunikasi yang dilakukan dengan ucapan atau perkataan.
Ucapan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Melalui ucapan hubungan seseorang akan dapat terjaga keharmonisannya, akan tetapi karenanya pula hubungan seseorang dapat menjadi berantakan. Ucapan juga seperti layaknya waktu yang tidak dapat diputar kembali, artinya ketika ucapan telah disampaikan/diucapkan maka ia tidak akan dapat ditarik kembali lagi. Oleh karena itu penting bagi semuanya untuk selalu menjaga ucapan. Pepatah jawa mengatakan bahwa "Ajining Diri Soko Lati" yang bermakna harga diri seseorang ditentukan dari ucapan. Hal ini menegaskan bahwa pentingnya seseorang menjaga setiap tutur kata adalah sebuah keharusan, mengingat karenanya harga diri seseorang dapat ditentukan terhormat dan dihargai orang lain ataupun sebaliknya.
Fakta yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa sebagaian orang belum bisa menjaga kata-kata dengan baik. Hal ini bisa disaksikan dari maraknya ujaran-ujaran kebencian, fitnah, hoaks yang disampaikan oleh sebagian masyarakat, baik secara langsung ataupun melalui media sosial. Menurut berita Detik.com Microsoft mengeluarkan hasil survey yang mengukur kesopanan pengguna internet, hasilnya menunjukkan bahwa pengguna internet Indonesia menduduki peringkat ke 29 dari 32 serta dinilai tidak sopan dan reaktif dalam menggunakan internet. Lebih lanjut dalam survey yang sama termuat dalam Kompas.com memberikan beberapa rincian persentasi ketidaksopanan pengguna internet di Indonesia. Hasilnya hoaks dan penipuan menempati posisi yang tertinggi, kemudian disusul ujaran kebencian dan diskriminasi
Ucapan-ucapan yang tidak baik seperti penyebaran berita bohong (hoaks) dan ujaran kebencian bila dilakukan akan membawa dampak yang tidak baik bagi pelaku dan orang lain. Pelaku penyebar berita bohong serta ujaran kebencian tentu bisa memperoleh akibat buruk yang menimpa diri sendiri ataupun keluarga terdekat, seperti tidak dihargai, tidak dipercaya oleh orang lain, menjadi sasaran pergunjingan, memperoleh perlakuan serupa dari orang lain, menimbulkan konflik, memperoleh reputasi buruk bahkan bisa berurusan dengan pihak kepolisian. Hal ini tentu dapat membawa rasa malu dan sedih bagi keluarga terdekatnya. Sedangkan bagi orang lain yang menjadi korban dapat terganggu secara psikologis, merasa ketakutan, atau muncul perasaan benci.
Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh masyarakat untuk menanggulangi ucapan yang buruk adalah melalui pendalaman nilai agama secara benar. Agama merupakan sumber nilai-nilai positif yang dapat menjaga keharmonisan hidup dimasyarakat seperti nilai kebaikan, kasih sayang, dan lain sebagainya. Meski demikian, seseorang hendaknya harus bijak dalam menggali dan mempelajari nilai-nilai agama. Salah satu contoh bijak dalam memperdalam agama adalah dengan cara berguru kepada guru yang tepat. Hal ini berguna untuk menghindarkan diri pada pemahaman agama yang kurang benar.
Salah satu nilai yang terkandung dalam ajaran agama adalah nilai dalam berucap kepada orang lain. Setiap agama tentunya mengajarkan cara berucap yang baik dan benar. Pada umumnya ucapan baik yang harus dilatih oleh setiap orang hendaknya mengandung nilai-nilai kebenaran. Dalam Saccavibhanga Sutta, Majjhima Nikaya menyebutkan tentang kriteria-kriteria ucapan yang benar antara lain menjauhi kebohongan, menghindari fitnah atau kata-kata memecah belah, tidak mengandung kata-kata kasar, serta tidak melakukan obrolan kosong yang tidak bermanfaat. Lebih lanjut dalam Anguttara Nikaya V, 198 Buddha memberikan nasehat kepada para Bhikkhu bahwa ucapan seharusnya disampaikan dengan baik, tidak disampaikan dengan buruk, tak ternoda, dan dipuji oleh para bijaksana. Hendaknya ucapan itu harus disampaikan tepat waktu, benar, lembut, bertujuan, dan diucapkan dengan pikiran yang dipenuhi cinta kasih.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu cara menciptakan keharmonisan dalam kehidupan masyarakat adalah melalui praktik berucap yang baik. Meski demikian fakta yang terjadi saat ini menunjukkan hal sebaliknya, sebagian masyarakat gemar berucap yang kurang benar, baik secara langsung ataupun tidak langsung (melalui media sosial). Untuk itulah setiap orang hendaknya dapat kembali memperdalam nilai-nilai agama yang dianutnya dengan benar. terkait dengan ucapan benar, dalam agama Buddha dijelaskan bahwa ucapan benar adalah ucapan yang benar, lembut, tidak merugikan orang lain, tepat waktu, tidak menambah kesombongan dalam diri, menyenangkan, bermanfaat bagi orang dan ucapan yang membuat keharmonisan. Sebagai ungkapan penutup, penulis meyakini bahwa semua pembaca tentunya sudah mengetahui tentang kriteria ucapan yang baik, oleh karena itu marilah untuk bersama-sama melatih diri mengaplikasikan pengetahuan tersebut menjadi praktik kehidupan bermasyarakat yang akan membawa manfaat untuk semuanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H