Lihat ke Halaman Asli

Hatta dan Lima Reformasi Struktural

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Bawono Kumoro, Peneliti The Habibie Center

Di penghujung tahun 2013 lalu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memaparkan realisasi investasi sepanjang tahun tersebut mencapai mencapai Rp 398,6 triliun. Apabila dirinci jumlah itu merupakan total dari realisasi investasi triwulan I Rp 93 triliun, triwulan II Rp 99 triliun, triwulan III Rp 100,5 triliun, dan triwulan IV Rp 105,3 triliun

Realisasi investasi tahun 2013 sebesar Rp 398,6 triliun itu melampaui target investasi BKPM tahun 2013 sebesar Rp 390,3 triliun. Apresiasi jelas harus diberikan atas pencapaian positif tersebut. Apalagi hal itu dicapai di tengah kondisi resesi perekonomian global masih seperti saat ini. Meskipun demikian, pencapaian positif itu tidak boleh membuat kita berbangga dan berpuas diri mengingat potensi yang dapat diraih jauh lebih besar dari nilai Rp 398,6 triliun.

Dalam konteks itu, catatan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengenai lima reformasi struktural yang harus dilakukan untuk mendukung kebangkitan ekonomi menjadi penting untuk segera direalisasikan. Saat menjadi pembicara kunci di acara “Indonesia Investor Forum” di Jakarta. Selasa (21/1) lalu, mengungkapkan lima reformasi struktural yang harus dilakukan apabila Indonesia ingin lebih cepat memacu pertumbuhan ekonomi di tahun-tahun mendatang.

Pertama, adalah reformasi di bidang agraria. Reformasi agraria dilakukan melalui penataan ulang agar terjadi distribusi penguasaan sumber ekonomi dan tidak dikuasai oleh sekelompok orang saja. Lahan harus menjadi instrumen untuk menghadirkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

Kedua, reformasi di bidang energi. Kebutuhan terhadap energi yang terus meningkat tidak mungkin secara terus menerus dipenuhi melalui impor. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan energi selain melalui jalan impor akan mengakibatkan tekanan terhadap defisit transaksi berjalan seperti terjadi di tahun 2013. Untuk itu, diperlukan terobosan dan cara baru dalam pengelolaan energi agar tidak selalu melakukan impor untuk dapat memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.

Ketiga, reformasi di bidang pangan. Masalah pemenuhan kebutuhan pangan harus dijadikan sebagai tantangan sekaligus peluang bagi pelaku usaha di dalam negeri. Tren ke depan akan semakin besar alokasi belanja masyarakat di sektor pangan. Karena itu, apabila sektor pangan tidak mampu dipenuhi dari penanaman modal dalam negeri, maka pasar akan dibanjiri produk makanan dan minuman impor.

Keempat, adalah reformasi di bidang perizinan. Sudah menjadi rahasia umum apabila saat ini aturan perizinan masih rumit dan berbelit-belit. Para investor seringkali mengeluhkan untuk mendapatkan izin melakukan aktivitas bisnis di negeri ini dapat memakan waktu berbulan-bulan. Karena itu, harus ada pemangkasan waktu perizinan apabila ingin membuat Indonesia terlihat menarik di mata investor.

Kelima, adalah reformasi birokrasi. Birokrasi di Indonesia harus berorientasi kepada hasil. Tidak bisa lagi bangsa ini bertumpu kepada birokrasi yang tidak merasa bersalah apabila tidak menuntaskan pekerjaannya.

Lima reformasi struktural di atas sesungguhnya merupakan persoalan klasik bangsa ini. Kendala-kendala di atas telah sejak lama dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Namun, harus diakui kendala-kendala itu tidak pernah diselesaikan secara tuntas.

Padahal bangsa ini sangat membutuhkan lima reformasi struktural sebagaimana diungkapkan Hatta tersebut. Tanpa segera menggulirkan lima reformasi struktural itu, maka mimpi untuk menjadikan (kembali) Indonesia sebagai macan Asia tidak akan pernah terwujud.***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline