Lihat ke Halaman Asli

Otak Buruh Sekarang Sudah Korsleting

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Melihat dan menyimak berita tentang demo buruh beberapa hari ini membuat saya geleng-geleng kepala. Membaca tuntutan Komponen Hidup Layak (KHL) yang mereka ajukan sungguh terasa luar biasa. Alih-alih berisi kebutuhan, daftar itu malah lebih banyak memuat keinginan. Jikapun dipenuhi, mungkin kelak ada tuntutan lainnya karena keinginan manusia itu tak pernah ada batasnya. Hanya kematian yang bisa menghentikan nafsu manusia.

Tahun 2007, saya dan teman-teman lulus S-1 dan langsung kerja di Jakarta cuma dapet 2 juta dipotong pajak. Kalau pada tahun 2013 ini di antara kami ada yang bisa dapet sampe 15 juta atau lebih, itu semua bukan karena memaksa pemilik perusahaan untuk menaikkan gaji. Kami juga sama seperti buruh, hanya kelas pekerja. Tapi kami menaikkan bargaining power kami bukan dengan demonstrasi. Kami harus kerja lembur gila-gilaan di awal bekerja, berpikir keras di depan komputer sampai ada istilah otak kami terdepresiasi lebih cepat dari staf biasa. Sampai pada akhirnya kami mengambil peluang di perusahaan lain yang berani membayar lebih karena skill kami sudah meningkat pesat. Kalau lebih "outstanding" dan beruntung bisa pindah ke negara lain dengan bayaran yang lebih tinggi lagi.

Intinya, kalau mau hidup lebih baik ya usaha.. Otaknya dipake buat ningkatin skill. Kalau sudah tau gaji lulusan SMA/SMK cuma segitu-gitu aja, mbok ya sisihkan penghasilannya untuk kuliah. Setelah lulus kuliah kan bisa pindah ke perusahaan lain bekerja sebagai staff. Banyak kok orang yang mulai membangun karirnya dari bawah kaya begini. Atau kalau mau lebih keren lagi ya sisihkan uangnya untuk modal jadi pengusaha. Bisa dimulai dari jualan pulsa yang untungnya cuma serebu perak. Nanti juga lama-lama ada peluang usaha lain yang bisa dicapai.

Tahun 2007, dengan gaji 2 jutaan, mana berani saya kredit motor. Apalagi Kawasaki Ninja 250R. Saya juga sama seperti buruh yang berdemo itu, pengen punya motor CBR 150cc. Tapi angan-angan itu cukup disimpan dulu sampai saya merasa penghasilan saya cukup untuk membeli motor itu. Tapi karena namanya manusia, pas penghasilan udah dirasa cukup, tetap saja saya ngga mampu beli. Karena saya lebih butuh rumah untuk keluarga kecil saya. Kalau sampai buruh yang bergaji 2,2 juta itu membeli motor seharga 40 juta, kemudian demo karena gajinya ngga cukup buat bayar cicilan motornya, berarti otaknya memang ada yang korsleting.

Salam




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline