Lihat ke Halaman Asli

Gerardus Kuma

Non Scholae Sed Vitae Discimus

Guruku Sayang, Guruku Malang

Diperbarui: 11 Juni 2021   14:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para pendidik SMPN 3 Wulanggitang, Hewa. Dok.pribadi

Dunia pendidikan tanah air kembali berduka. Kabar duka kembali datang dari sekolah menyusul terjadinya tindakan penikaman oleh orangtua siswa terhadap kepala SDI Ndora, Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Ngada pada Selasa (08/06/2021). Peristiwa yang terjadi di sekolah tersebut membuat sang guru harus dirawat di rumah sakit Ende. Namun bantuan medis yang diberikan tidak dapat menolong sang guru hingga akhirnya menemui ajal. Sang guru meninggal dengan tenang pada keesokan harinya, Rabu (09/06/2021). Kita doakan semoga sang Kepsek mendapat tempat yang layak di surga.

Sebagaimana diberitakan (florespos.net, /09/06/2021), peristiwa penganiayaan terhadap guru di sekolah tersebut dipicu tindakan sekolah yang memulangkan siswa yang merupakan anak pelaku pada saat ujian akhir semester karena uang komite sekolah belum dilunasi oleh orangtua. Ayah siswa tidak menerima tindakan guru dan mendatangi sekolah. Setiba di sekolah, dengan membawa pisau pelaku menunjuk-nunjuk para guru sebelum menikam kepala sekolah di perut bagian kanan.

Tindakan kekerasan terhadap guru ini tidak dipisahkan dari tindakan sekolah memulangkan siswa. Peristiwa pemulangan siswa seperti ini bukan hal baru dan juga bukan baru terjadi sekarang. Tindakan ini sering dilakukan sekolah pada saat menjelang ujian semester. Namun tindakan demikian dilakukan bukan tanpa dasar. Dan yang sering menjadi alasan dibaliknya adalah orangtua (siswa) belum memenuhi kewajiban melunasi uang komite.

Ketika tindakan yang diambil sekolah ini menjadi konsumsi publik, muncul sikap pro-kontra. Ada yang mengamini, ada yang mengecam. Tentu dengan alasan masing-masing. Biasanya mereka yang mengkritik sekolah dengan dalih bahwa tindakan memulangkan siswa menjadikan siswa sebagai korban. Pembayaran uang komite merupakan tanggungjawab orangtua. Siswa tidak bersalah atas kelalaian orangtua. Karena itu tidak pantas kelalaian orangtua dilimpahkan atas anak. Anak tetap harus mendapat hak atas pendidikan walau uang komite belum dilunasi orangtua. Intinya jangan mengorbankan anak didik.

Sementara bagi mereka yang mendukung tindakan sekolah memulangkan siswa beralasan bahwa antara hak dan kewajiban harus berjalan seimbang. Siswa sudah mendapatkan hak atas pendidikan di sekolah maka orangtua harus segera melunasi kewajiban membayar iuran komite sekolah. Kewajiban terhadap sekolah tidak boleh diabaikan agar pendidikan tetap berjalan normal. Karena itu memulangkan siswa adalah tindakan tepat dengan maksud orangtua bisa secepatnya memenuhi kewajibannya.

Mencermati argumentasi masing-masing pihak di atas, semuanya dapat diterima. Anak memang harus dilindungi. Dan hak anak mendapatkan pendidikan harus dijamin. Di lain pihak, kebutuhan hidup guru terus menuntut pemenuhan. Karena itu melunasi kewajiban untuk membayar gaji guru honorer tidak boleh ditunda-tunda.

Sebagai guru saya yakin, bahwa tindakan memulangkan siswa yang dilakukan sekolah diambil sebagai keputusan akhir. Di mana proses pemberitahuan atau penyampaian ke orangtua telah dilakukan. Artinya segala upaya telah dilakukan sekolah namun response orangtua terhadap bisa jadi kurang baik. Dengan memulangkan siswa sekolah tidak bermaksud mengorbankan siswa. Dengannya diharapkan ada respons yang positif dari pihak orangtua.

Di sini komunikasi antara orangtua dan guru sangat penting. Sikap saling terbuka menjadi pintu masuk mengurai persoalan ini. Bila orangtua belum bisa melunasi iuran komite mesti ada penyampaian secara terbuka kepada sekolah. Toh, keterlambatan pembayaran iuran komite sekolah tidak hanya terjadi di satu sekolah saja. Apabila komunikasi terbangun dengan baik, tindakan memulangkan siswa tidak akan dilakukan sekolah.

Tentang iuran komite yang menjadi dasar pemulangan siswa, di kalangan masyarakat awam banyak orang masih mempertanyakan hal tersebut. Mengapa harus ada uang komite sementara sekolah sudah mendapat dana Bantuan Operasional Sekolah dari pemerintah? Pemahaman ini tidak keliru tetapi tidak utuh. Sebagai guru, sependek yang saya tahu, pemanfaatan uang komite lebih banyak diperuntukkan bagi pembayaran gaji guru honorer selain kegiatan pendidikan yang tidak dibiayai dari dana BOS.

Sementara dana BOS yang diterima sekolah penggunaannya sudah diatur dalam petunjuk teknis. Karena itu segala aktivitas di sekolah tidak semuanya dibiayai dari dana BOS. Termasuk di dalamnya pembayaran gaji guru honorer. Aturan dana BOS memperbolehkan hanya 50 persen total dana BOS bagi sekolah negeri untuk membayar gaji guru honorer. Itupun tidak semua guru honorer di sekolah mendapatkannya. Hanya guru honorer yang sudah memiliki NUPTK yang boleh mendapat gaji dari dana BOS. Sementara guru honorer yang tidak memiliki NUPTK tidak berhak mendapat gaji dari dana BOS.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline