Lihat ke Halaman Asli

Gerardus Kuma

Non Scholae Sed Vitae Discimus

Guru Bukan Anak Tiri

Diperbarui: 6 Januari 2021   17:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidik dan Tenaga Kependidikan SMPN 3 Wulanggitang. Dok. pribadi

Kita baru saja merayakan pergantian tahun. Tahun 2020 telah kita lalui dengan penuh tantangan dan ketidakpastian. 2020 adalah sebuah perjalanan penuh kecemasan. Semua kita hidup dalam baying-bayang virus corona.

Setiap kita memasuki tahun baru dengan sejuta keinginan. Begitu pun ketika menyambut tahun 2021. Walau perjalanan hidup ke depan masih diselimuti suasana abu-abu dan ketidapastian, namun demikian setiap kita tetap memasang target dan cita-cita tertentu untuk digapai. Tidak terkecuali guru.

Guru juga punya mimpi. Di tengah ketidakpastian akan masa depan, setiap guru honorer punya keinginan untuk memperbaiki nasip mereka. Paling tidak soal jaminan akan kesejahteraan hidup. Narasi tentang nasip guru yang memprihatinkan bukan sebuah dongeng di negeri ini. Bayangkan, ada guru yang hanya dihargai dengan gaji Rp. 200.000 per bulan. Sudah begitu, pembayarannya pun tidak regular setiap bulan. Gaji yang kecil itu diterima dalam tiga bulan sekali. Miris bukan? Namun siapa peduli?

Di tengah himpitan hidup seperti ini, wajar bila guru bercita-cita menjadi PNS. Namun impian ini kandas di tangan pemerintah. Pemerintah memberikan kado pahit bagi guru di akhir tahun saat kita memasuki tahun baru dengan harapan baru. Awal tahun yang seharusnya menjadi harapan justru berbuah kekecewaan bagi guru. Bagiamana tidak, ke depan pengangkatan guru tidak melalui jalur Pegawai Negeri Sipil lagi. Skema perekrutan guru akan diubah melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.

Halmana dikatakan Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana. Bima  memberikan kepastian tentang "ketidakpastian" masa depan guru Indonesia. Mulai tahun 2021 tidak ada lagi penerimaan guru dengan status Pegawai Negeri Sipil. "Sementara ini Bapak Menpan, Bapak Mendikbud, dan kami sepakat bahwa untuk guru itu akan beralih menjadi PPPK jadi bukan CPNS lagi. Ke depan kami tidak akan menerima guru dengan status CPNS, tetapi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja," demikian ungkap Wibisana sebagaimana dilansir berbagai media.

Keputusan pemerintah ini jelas melukai hati para guru. Pengabdian mereka dalam mencerdaskan anak bangsa tidak dihargai. Ini adalah bentuk diskriminasi terhadap guru. Walau ada profesi lain seperti tenaga kesehatan dan penyuluh yang direncanakan untuk di-PPPK-kan tetap saja pembedaan seperti ini adalah sebuah tindakan diskriminasi ketika test CPNS terus diadakan. Bila pemerintah menghendaki agar guru dipekerjakan dengan sistem perjanjian kerja, maka penerimaan CPNS harus ditiadakan di negeri ini. Jangan membuka lowongan CPNS pada institusi apa pun di level mana pun. Pemerintah jangan ada pilih kasih, apalagi meng -anak emaskan- kelompok tertentu.

Kebijakan controversial ini kemudian memantik beragam reaksi dari public khusus guru dan pihak yang memiliki kepedulian akan nasip guru di tanah air. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), organisasi guru tertua di Indonesia mengeluarkan press release yang meminta pemerintah mengkaji ulang rencana kebijakan tentang tidak adanya formasi CPNS guru ini.

Bagi PGRI sebagaimana press release yang berisi lima point tuntutan tersebut, ditilik dari tujuannya, rekrutment guru melalui dua jalur CPNS dan PPPK memiliki sasaran yang berbeda. PPPK ditujukan untuk memberi kesempatan dan sebagai penghargaan bagi guru honorer yang berusia di atas 35 tahun untuk memperoleh kepastian status kepegawaiannya. Sedangkan formasi guru CPNS membuka kesempatan bagi lulusan pendidikan di bawah usia 35 tahun yang berminat menjadi PNS.

Peran guru sangat strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Karena itu PGRI memandang keputusan akan perubahan status guru ini membuat profesi guru menjadi kurang dihargai karena tidak ada kepastian status kepegawaian dan jenjang karier. Hal ini dapat melemahkan minat lulusan terbaik SMA untuk meneruskan studi lanjut sebagai guru yang dikhawatikan kualitas pengajar di masa depan akan menurun.

Suara penolakan juga datang dari Komis X yang membidangi pendidikan dan menjadi mitra kerja Kemdikbud sebagaimana disampaikan Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda. Dimana Komisi X menolak rencana pemerintah yang menghapus formasi guru dalam penerimaan CPNS mulai tahun 2021.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline