Lihat ke Halaman Asli

Gerardus Kuma

Non Scholae Sed Vitae Discimus

Menanti Gebrakan Mas Menteri Nadiem

Diperbarui: 19 Mei 2020   21:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://voffice.co.id

Ketika Presiden Jokowi mengumumkan kabinet pada masa kedua pemerintahannya yang diberi nama Kabinet Indonesia Maju, public seperti terhenyak. Kenapa? Salah satunya adalah ditunjuknya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Penunjukan Nadiem seperti "melenceng" dari tradisi selama ini. Jabatan Mendikbud selalu identik dengan "orang dalam" pendidikan dan atau organisasi tertentu. Mas Nadiem tidak berasal dari kedua-duanya. Wajar public kaget.

Akibatnya muncul sikap pro dan kontra. Ada yang setuju, ada yang menolak. Suatu reaksi yang lumrah tentu saja. Apalagi baik yang pro maupun kontra tampil dengan argumentasi masing-masing. Pihak kontra merasa khawatir karena tidak memiliki berlatar belakang dan basic ilmu pendidikan, Mas Nadiem tidak menguasai persoalan pendidikan di Indonesia. Halmana akan berakibat pada kebijakan yang dikeluarkannya yang bisa melenceng dari tujuan pendidikan nasional. Masalah pendidikan Indonesia yang begitu kompleks harus ditangani oleh orang "dalam" pendidikan. Merekalah yang memahami "penyakit" pendidikan dan karena itu lebih tahu "obat" yang cocok menyembuhkannya. Memberikan kesempatan kepada "orang luar" untuk mengurus pendidikan hanya akan menambah ruwet persoalan yang sedang dihadapi.

Saya, sebagaimana pihak pro, percaya walau tidak memiliki latar belakang pendidikan, Mas Nadiem mampu membawa perubahan bagi dunia pendidikan. Alasannya adalah sudah terlalu lama pendidikan diurus "orang dalam" yang cendrung bersikap konservatif. Sikap ini dicirikan dengan keengganan untuk berubah dan terus melanggengkan pakem lama. "Orang dalam" sering terjebak pada comfort zone. Merasa nyaman dengan kondisi yang ada. Akibatnya pendidikan kita miskin inovasi. Tidak heran Menteri boleh berganti tetapi pendidikan tetap statis.

Persoalan pendidikan Indonesia sudah sangat akut karena itu dibutuhkan figure baru yang berani melakukan perubahan. Pendidikan memerlukan "darah segar" yang tidak takut membuat terobosan, bertindak kreatif dan berani mendobrak hal-hal monoton yang dipertahankan selama ini. Di sini kehadiran orang "luar" pendidikan merupakan keniscayaan. Figure yang berpikir dan bertindak out of the box. Mas Nadiem adalah jawaban yang tepat.

Ditunjuknya Mas Nadiem sebagai Mendikbud membawa angin segar bagi dunia pendidikan. Sebagai menteri berusia muda, 35 tahun, Mas Nadiem merupakan sosok yang mewakili millennial. Figure Mendikbud ini sudah sangat lekat dengan teknologi. Karyanya dalam membangun perusahan start up dengan aplikasi go-jek sudah tidak diragukan lagi.

Dengan keahliannya di bidang teknologi ini, Nadiem diharapkan dapat membenahi seabrek persoalan pendidikan di tanah air. Sebagaimana diungkapkannya saat ditunjuk menjadi Mendikbud, pendidikan Indonesia merupakan terbesar keempat di dunia dalam hal jumlah sekolah dan murid. Jumlah yang besar dengan kompleksitas persoalan yang berbeda-beda, ditambah luasnya wilayah geografis, ketimpangan dalam hal layanan dan kualitas pendidikan antara kota dan desa, dan wilayah Jawa dan luar Jawa, menuntut kecanggihan teknologi untuk mengatasi. Ini adalah keahlian Mas Nadiem.

Terlepas dari suara pro kontra tersebut, saya melihat penunjukan Mas Nadiem sebagai Mendikbud memancarkan sinar harapan akan perubahan dalam bidang pendidikan. Siapa pun yang menjadi CEO yang memimpin perusahan dengan ribuan karyawan dalam usia muda bukanlah figure biasa-biasa saja. Ia tentu memiliki visi yang tajam sehingga mampu melakukan revolusi dalam bidang pendidikan.

 

Nasip Guru Kita

Angin segar perubahan pendidikan mulai terasa tatkala Mendikbud tampil dengan pidato yang menyentak saat peringatan Hari Guru Nasional, 25 November 2019. Pidato yang hanya 2 halamana tersebut menguliti praktek pendidikan di tanah air selama ini yang cendrung birokratis-administratif. Tidak menunggu waktu lama, gebrakan lebih besar dilakukan Mas Mendikbud, Nadiem. Penghapusan Ujian Nasional yang merupakan momok menakutkan insan pendidikan yang selama ini hanya sebatas wacana benar-benar dieksekusi. Tahun 2020 merupakan UN terakhir dan selanjutnya evaluasi atas proses pendidikan akan dilaksanakan melalui Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.

Harus diakui bahwa persoalan pendidikan nasional sangat kompleks. Membereskan persoalan ini secara menyeluruh bukan perkara gampang. Lalu bagaimana Mas Menteri harus menyelesaikan masalah pendidikan nasional? Tanpa mengecilkan persoalan lain, yang tentu saja harus dicarikan solusi segera, hemat saya persoalan guru harus menjadi prioritas Mas Nadiem.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline