Lihat ke Halaman Asli

Tragedi Tugu Tani sebagai Pembaharuan Penyidikan Kecelakaan Lalu Lintas

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tulisan yang lalu saya telah mengemukakan pandangan tentang delik perkara “Tragedi Tugu Tani”. http://hukum.kompasiana.com/2012/01/26/jerat-afrianti-dengan-pasal-pembunuhan/ . Dalam tulisan tersebut saya menyampaikan alur logika dan dasar hukum untuk menjerat pengemudi Xenia (AS) dengan delik pembunuhan, sehingga ancaman hukuman terhadap pelaku menjadi maksimal (20 tahun). Dengan kontruksi penjeratan delik pembunuhan (Pasal 338 KUHP) di kumulatifkan dengan delik penggunaan Narkoba (pasal112 jo 132 subsider 127 UU No 35 Tahun 2009).Sistem peradilan pidana di Indonesia tidak menggunakan asas kumulatif absolut (Menjumlah ancaman pidana).Namun menggunakan kumulatif terbatas, yaitu ancaman pidana yang terberat di tambah sepertiga.

Sebenarnya ada penerapan pasal yang lebih mudah di jeratkan dan mempunyai ancaman hukum yang terhitung berat.Polisi akan lebih mudah menerapkan pasal 311 ayat (5) UU No 22 tahun 2009 dengan di kumulatifkan pasal 112 jo 132 subsider 127 UU No 35 Tahun 2009.Dangan kontruksi pasal tersebut bisa menuntut pelaku dengan ancaman pidana kurungan paling lama 18 tahun.Polisi dan Jaksa tidak akan menemukan kesulitan yang berarti untuk menjerat AS dengan delik pidana seperti yang di atur dalam pasal tersebut.Namun mengapa Polisi harus memaksakan untuk menerapkan pasal 338 KUHP meskipun tantangan yang begitu berat untuk pembuktian delik pidana materiilnya?

Dalam pasal 311 ayat (5) UU no 22 tahun 2009, setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan nyawa dan barang dapat dikenai sanksi pidana dan denda. Jika kondisi tersebut menyebabkan orang lain meninggal dunia, pasal 311 ayat (5) mengatur bahwa pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).Ancaman pidana 12 tahun tersebut apabila di kumulatifkan dengan pasal asal 112 jo 132 subsider 127 UU No 35 Tahun 2009 tentang narkotika menggunakan narkotika dan menggunakan narkotika secara bersama-sama. Afriyani terancam hukuman penjara minimal 4 tahun penjara dan maksimal 12 tahun penjara.

Kedua tindak pidana tersebut mempunyai ancaman 12 tahun penjara. Namun di Indonesia tidak menganut asas kumulatif absolut yaitu menjumlah ancaman pidana maksimal, dalam perkara ini bisa menjadi ancaman 24 tahun penjara.yang adalah di gunakan di Indonesia adalah kumulatif terbatas, yaitu ancaman hukuman maksimal di tambah sepertiga dan apabila jumlahnya lebih dari 20 tahun maka ancaman yang di gunakan maksimal 20 tahun.Apabila ancaman maksimal dalam perkara ini 12 tahun, maka di tambah sepertiga hasilnya menjadi 18 tahun penjara.

Apabila menggunakan delik pidana pembunuhan dengan pasal 338 KUHP, Polisi akan menemui cukup banyak hambatan.Tidak mudah menggunakan pasal pembunuhan seperti yang di atur dalam pasal 338 KUHP yaitu “barang siapa yang sengaja menghilangkan jiwa orang lain, karena pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun”.Polri di hadapkan banyak tantangan baik secara materiil delik pidananya ataupun desakan dari opini kolektif publik.

Namun pembuktian delik pidana pembunuhan dalam perkara ini akan menjadi sebuah langkah pembaharuan besar dalam perumusan delik pidana kecelakaan lalu lintas. Hal ini di perlukan mengingat kecelakaan lalu lintas merupakan penyumbang kematian yang sangat besar sekali. Sekitar 30.000 jiwa melayang sia – sia karena menjadi korban kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan memang sesuatu yang tidak bisa di hindari, namun bisa di lakukan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya hilangnya nyawa orang. Jika di bandingkan dengan negara – negara maju seperti Amerika, seorang sopir kendaraan yang menghilangkan satu nyawa orang karena kecelakaan bisa di ancam dengan pidana hingga 46 tahun.

Sebua revolusi pembaharuan penyidikan kecelakaan lalu lintas akan terjadi, apabila pasal 338 KUHP bisa menjerat AS di pengadilan nanti. Kedepannya, kalau ada kejadian yang serupa namun hanya menimbulkan korban luka ringan ataupun berat bahkan kerugian materiil, maka pelaku penyebab kecelakaan tersebut bisa di kenakan tuduhan percobaan pembunuhan. Ancaman pidana yang sedemikian berat, bisa menjadi shock psikis sehingga pengguna jalan lebih berhati – hati ketika berkendara.Apalagi yang mempunyai kebiasaan ugal – ugalan dan mabuk alkohol ataupun narkotika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline