Lihat ke Halaman Asli

Kukuh C Adi Putra

Praktisi Pendidikan | @kukuhcadiputra

Selepas Subuh: Tirakat(an) Batin dan Mentalisme Kelompok

Diperbarui: 18 Agustus 2024   00:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Momen tulisan ini rasanya pas kutayangkan di tanggal 17 Agustus tahun 2024. Bukan hampir lagi, tetapi seluruh lapisan masyarakat setingkat RT khususnya Provinsi Jawa Tengah, turut menyemarakkan Hari Kemerdekaan dengan mengadakan malam tirakatan. 

Tirakatan adalah tradisi masyarakat Jawa, khususnya di Jawa Tengah dan Yogyakarta, biasanya dilakukan menjelang hari-hari besar atau saat memiliki suatu pengharapan tertentu. Kata "tirakatan" berasal dari kata "tirakat" yang berarti menahan hawa nafsu dengan berpuasa atau berpantang.

Tradisi Tirakatan pada 17 Agustus

Tirakatan yang paling sering kita dengar adalah tirakatan yang dilakukan pada malam 17 Agustus dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Beberapa kegiatan yang biasa dilakukan saat tirakatan antara lain:

  • Doa bersama: Melantunkan doa bersama untuk mengenang jasa para pahlawan, memohon keselamatan bangsa, dan juga sebagai bentuk syukur atas nikmat kemerdekaan.
  • Makan bersama: Menikmati hidangan sederhana bersama-sama sebagai simbol persatuan dan kebersamaan.
  • Hiburan: Menyanyikan lagu-lagu perjuangan atau nasional, menampilkan tarian tradisional, atau mengadakan lomba-lomba kecil.
  • Pembagian hadiah: Memberikan hadiah kepada para pemenang lomba atau kepada warga yang berprestasi.

Tirakatan memiliki beberapa makna penting, di antaranya:

  • Ungkapan syukur: Tirakatan adalah bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat yang telah diberikan, terutama nikmat kemerdekaan.
  • Mengenang jasa pahlawan: Melalui tirakatan, kita diajak untuk selalu mengingat dan menghormati jasa para pahlawan yang telah berjuang merebut kemerdekaan.
  • Memupuk rasa persatuan: Tirakatan memperkuat rasa persatuan dan kebersamaan di antara warga.
  • Menjaga nilai-nilai luhur: Tradisi tirakatan mengajarkan nilai-nilai luhur seperti gotong royong, toleransi, dan semangat kebangsaan.

Mengapa Tirakatan Masih Relevan?

Meskipun zaman terus berubah, tradisi tirakatan tetap relevan hingga saat ini dikarenakan faktor berikut:

  • Menguatkan identitas bangsa: Tirakatan menjadi salah satu cara untuk memperkuat identitas bangsa dan menanamkan rasa cinta tanah air pada generasi muda.
  • Menjaga kelestarian budaya: Dengan melestarikan tradisi tirakatan, kita turut menjaga kelestarian budaya bangsa.
  • Mendidik generasi muda: Tirakatan menjadi sarana untuk mendidik generasi muda tentang sejarah perjuangan bangsa dan pentingnya nilai-nilai kebangsaan.

Seiring bertambahnya usia Negara Indonesia, beberapa problem mendasar bernegara, bermasyakarat, dan bertetangga seringkali berulang. Sehingga, malam tirakatan bukan hanya menjadi bahan renungan perjuangan Pahlawan Bangsa saja, tetapi juga harus saling membersihkan penyakit hati memahami saudara bertetangga kanan dan kiri. 

Di usiaku sekarang rasanya makin sering kujumpai beberapa situasi dan cara pandang bermasyarakat yang berpotensi memakmurkan penyakit hatiku. Teringat salah seorang Guru pernah memberi saran dan nasihat, kujadikan sebagai tirakat batinku, kurang lebih seperti ini :

  • Jika sedang iri pada pencapaian seseorang, segera aku malu pada diriku sendiri dan memohon ampun pada Tuhan saat itu juga.
  • Jika sedang dipuji kuambil seperlunya, karena hatiku pun butuh ruang gembira. Sisanya kukembalikan sebagai rasa syukur supaya tidak takabur.
  • Jika sedang diremehkan aku akan waspada, jangan-jangan memang ada yang remeh dari diriku dan memang luput kusadari. Kuncinya saling koreksi dan introspeksi. Terbuka dengan berbagai sudut pandang.
  • Jika sedang dibenci seseorang kuanggap sebagai praktik jual-beli, tidak selalu untung ada kalanya rugi. Itulah upahku, karena aku pun pernah juga membenci meski tak bisa lama-lama. Maka tak perlu berlarut-larut menanam dengki, kita bukan cenayang yang mampu meramal dan mengendalikan seseorang tanpa sentuh, bangun koordinasi dan komunikasi yang positif.
  • Jika hendak memaki kupaksa diriku untuk diam, kalaupun belum bisa mendiamkan hati setidaknya mendiamkan mulut. Sekalipun belum bisa biasanya kutinggal tidur, seketika bangun langsung mereda. Latihan memang sepatutnya tidak usah terburu-buru.

Hanya lima saja karena semuanya tak selalu sukses kujalankan. Variabel di atas akan tumbuh liar jika tidak ada pemangkasnya. Cari pribadi yang vibe-nya positif, jadikan rekan dan partner bukan musuh, lalu bangun circle atau komunitas yang memiliki jendela dan pintu. 

Sehingga "sirkulasi udara" di dalamnya tidak pengap, tidak membatasi komunitas lain untuk saling bertukar informasi, menjalin hubungan, terbuka dengan siapapun tanpa stereotipe golongan. 

Sudah selayaknya kita bersikap dan bertindak sebagai Bangsa yang besar dan luhur. Lambat laun kita akan kehilangan tokoh dan sosok penting di dalam masyarakat, jika setiap tahunnya kita menyemai mentalisme kelompok. 

Apa itu Mentalisme Kelompok?

Mentalisme kelompok adalah suatu fenomena psikologis di mana anggota suatu kelompok cenderung membuat keputusan berdasarkan konsensus kelompok, tanpa mempertimbangkan alternatif atau pendapat yang berbeda. Tekanan untuk mencapai kesepakatan kelompok seringkali mengalahkan penilaian individu yang rasional. Ciri-ciri Mentalisme Kelompok:

  • Ilusi ketidakragu-raguan: Anggota kelompok merasa sangat yakin bahwa keputusan mereka adalah benar.
  • Rasionalisasi: Kelompok cenderung mencari alasan untuk membenarkan keputusan mereka, meskipun ada bukti yang bertentangan.
  • Tekanan terhadap anggota yang berbeda pendapat: Anggota yang tidak setuju dengan kelompok seringkali merasa tertekan untuk mengubah pendapat mereka.
  • Stereotip terhadap kelompok luar: Kelompok cenderung memiliki pandangan negatif terhadap kelompok lain.
  • Sensor diri: Anggota kelompok cenderung menyembunyikan keraguan atau pendapat yang berbeda untuk menghindari konflik.

Cara Mencegah Mentalisme Kelompok

  • Menyeimbangkan perbedaan pendapat: Ciptakan suasana di mana setiap anggota merasa aman untuk mengungkapkan pendapat yang berbeda.
  • Memperhatikan pendapat minoritas: Jangan mengabaikan pendapat minoritas, meskipun pendapat tersebut bertentangan dengan mayoritas.
  • Meminta pendapat dari pihak luar: Ajak orang dari luar kelompok untuk memberikan masukan yang obyektif.
  • Menganalisis keputusan secara kritis: Sebelum membuat keputusan akhir, lakukan analisis yang kritis terhadap berbagai alternatif.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline