Kebenaran merupakan fondasi yang penting dalam membentuk identitas seseorang. Namun, dalam pencarian kebenaran, seringkali individu mengalami krisis identitas. Krisis tersebut muncul ketika nilai-nilai, keyakinan, dan pandangan hidup yang diyakini selama ini tergoyahkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang mendasar apalagi menantang.
Dalam momen ini, seseorang bisa merasa kebingungan dan kehilangan arah, namun juga merupakan peluang untuk melakukan refleksi mendalam tentang siapa mereka sebenarnya.
Selama krisis identitas, individu seringkali merenungkan nilai-nilai yang mereka anut, tujuan hidup yang mereka kejar, dan bagaimana mereka memahami diri mereka sendiri dan hubungannya dengan lingkungan sekitar. Proses ini bisa menyakitkan namun penting untuk pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang lebih baik.
Melalui refleksi dan eksplorasi yang mendalam, seseorang dapat memperkuat identitas mereka, memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang diri mereka, dan menemukan kedamaian dalam kebenaran yang mereka anut. Paragraf di atas adalah teori idealnya.
Bagaimana jika dalam pembentukan identitas, individu tersebut tidak mau ada sakit dalam prosesnya? Tidak mau mengenal refleksifitas setidaknya memberi pertanyaan kepada diri sendiri: Apakah aku pernah merugikan orang lain?
Label "kebenaran" sering menjadi incaran setiap individu dan kelompok manusia. Dalam sejarahnya manusia berani melakukan apapun jika sudah mendapatkan legitimasi daripadanya. Faktanya, kebenaran selama ini perlahan dintervensi manusia dengan sedemikian massif.
Kebenaran dan Post Truth Era atau era pasca kebenaran adalah era dimana pendapat masyarakat tidak lagi dibentuk oleh fakta dan rasio melainkan oleh sentiment dan mobilisasi kepercayaan. Manusia cenderung suka berkelompok, bertemu, berasosiasi untuk mewujudkan kebenaran kolektif dan terus-menerus melakukan pembenaran situasional.
Selama mereka sepaham, kelompoknya akan dibuat membesar, sakitnya kenyataan kebenaran ditanggung secara beregu, refleksitas ditekan habis, kenapa perlu masukan dari orang lain jika dalam kelompoknya mereka saling menguatkan dan meyakini kelompoknya benar.
Hans G. Gadamer dalam "Truth and Method", menjelaskan bahwa kebanyakan manusia tidak pernah berjumpa dengan kebenaran. Jika hidupnya baik, jangan berbangga dulu, karena jangan-jangan kebenaran yang sesungguhnya menemukan dirinya. Atau mungkin manusia yang terus-menerus memproduksi kebenaran dari sebuah pembenaran.
Manusia sering berlindung di balik berbagai argument untuk berapologia ketika mengalami kegagalan dalam memahami hidup. Padahal kegagalan itu semata-mata kerana ketidakcakapan dalam memaknai kebenaran itu sendiri.
Kita cenderung mengagungkan sosok manusia dalam suatu kelompok yang kita anggap benar, nahasnya bagaimana jika individu tersebut ternyata produsen kebenaran situasional ulung ? Krisis identitas umat manusia dimulai dari sana.