Lihat ke Halaman Asli

Karena Menulis Itu Selalu Seksi

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Karena menulis selalu seksi, barangkali itu yang menjadikan Gie tak pernah berhenti untuk menulis. Perjalanannya naik gunung, curahan hati dan keresahanya akan kondisi masyarakat dan bangsa pada zamannya ditulisnya dengan rajin. Bahkan dikamarnya yang berpencahayaan minim dan banyak sekali nyamuk seperti dituturkan Arif Budiman, kakak kandungnya seperti tertulis dalam pengantar buku Soe Hok-Gie: Catatan Seorang Demonstran, LP3ES terbitan tahun 1983.

“Scripta Manent Verba Volant”, begitu ungkapan latin yang berarti, “yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin”. Kiranya ungkapan itu layak kita sematkan untuk Gie. Meski telah meninggal lebih dari empat dekade silam, karyanya lewat tulisan baik berupa artikel maupun catatan harianya bisa kita baca sekarang.

Soe Hok-Gie adalah mahasiswa Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia angkatan ’66. Semasa hidupnya dia adalah aktivis yang tak segan-segan mengkritik penguasa dengan bahasa yang tajam. Mengatakan dengan jujur kritik sosialnya pada pemimpin negara dan pejabat yang korup tanpa tedheng aling-aling.

Ia dikenal luas sebagai mahasiswa yang penuh dengan idelisme, kaya dengan gagasan orisinal dan penuh dengan gairah hidup, dan kawan yang menyenangkan setidaknya itu yang tercermin dalam buku catatan harianya. Hobbinya adalah naik gunung, menonton film, diskusi, menulis artikel di banyak media massa dan sesekali ‘menghajar penguasa korup’ dengan aksi demonstrasinya.

Bersama Herman Lantang, dia salah satu pendiri Mahasiswa PecintaAlam (Mapala) UI. Nomor induknya 007, “seperti James Bond kan ?”, katanya. Lewat kegiatan di Mapala ini, ia berhasil mempertahankan kenetralan Fakultas Sastra UI dari pengaruh organisasi ekstra kampus saat itu. Ini penting mengingat sekitaran tahun ‘60an adalah masa yang genting di Indonesia saat itu. Puncaknya adalah peristiwa 1965 yang menewaskan beberapa jenderal dari kalangan angkatan darat.

Di saat situasi yang kacau karena masyarakat menginginkan pembubaran PKI, namun pemerintah menaikkan harga BBM, Gie bersama kawan-kawannya menggagas aksi Long March dari Kampus Salemba sampai Rawamangun. Dia aktif dalam organisasi kemahasiswaan baik di UI mapun di luar UI. Gerakan yang dibangunnya memiliki peran besar dalam meruntuhkan rezim otoriter Orde Lama. Banyak kalangan berpendapat, dia salah satu yang menyebabkan akhirnya Sukarno turun dari kursi presiden dengan aksi dan tulisan-tulisanya.

Hok Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnyaKompas,Harian Kami,Sinar Harapan,Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35 karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judulZaman Peralihanoleh penerbit Bentang.

Pun skripsi sarjana mudanya perihal Sarekat Islam Semarang, tahun 1999 diterbitkan Yayasan Bentang dengan judulDi Bawah Lentera Merah. Sebelumnya, skripsi S1-nya yang mengulas soal pemberontakanPKIdiMadiun, juga sudah dibukukan dengan judulOrang-orang di Persimpangan Kiri Jalan . Dan tentu saja yang terkenal adalah buku catatan hariannya yang berjudul Soe Hok Gie: Catatan Seorang Demonstran.

Kemampuan menulisnya yang produktif tak datang dengan serta merta. Namun hasil panjang dari hobbinya membaca bacaan berat untuk anak seumurannya, berdiskusi dan menulis sejak masih sekolah di sekolah menengah. Dengan demikian tiga hal itu lah yang harus selalu dibangun dan dilestarikan oleh para generasi muda sekarang ini agar dapat menjadi generasi yang kritis terhadap keadaan di negaranya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline