Lihat ke Halaman Asli

Negara Matrealistis

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

NEGARA MATERIALISTIS

Saya baru saja nyruput kopi saya pagi itu di beranda wisma I Padepokan Cangkir yang berlokasi di puncak bukit diponegoro nan sejuk dan masih berselimutkan kabut segar setiap paginya tatkala mendengar gumanan lik Gudhal teman satu wisma saya, “mmm…mmm….payah…ckckckc…” katanya. Yah, yang namanya berguman, mana ada yang jelas. “da pa iq?” tanyaku dengan bahasa alay yang memang sedang populer dan in-the-style baru baru ini. “ah, you know me so well lah” timpal lik gudhal dengan ungkapan yang tak kalah stylish, “sok sm*sh, njenengan lik, memangnya I heart you” jawabku singkat sambil menggapai singkong rebus buatan Mbok Farah yang sudah terhidang hangat dan mengepul di meja pagi itu.

“ini lho dik, perbincangan di Retrotipi” paparnya lebih lanjut, “what’s up with it lik?” ogah-ogahan aku menyahut, dalam kondisi mulut penuh singkong rebus nan legit pagi itu, sambil nengharap dipercepatnya proses mematangkan tempe bacem-goreng ala mbok Farah yang selalu padet montok bergizi dan berprotein tinggi, salah satu sarapan favorit kami.

“membahas nyanyian mas din” lanjutnya, berkaitan dengan upper cut dia yg di layangkan bukan hanya kepada pimpinan tertinggi partai yang berkuasa, juga kepada sebuah badan prestisius, ujung  tombak dalam peperangan teradap kurupsi yang masih dan sedang  marak di Negara ini. “ini bukan hanya tentang kepada siapa dana itu mengalir lho dik, tetapi tentang legitimasi partai, KPK serta secara umum legitimasi wakil rakyat di DPR “ lanjutnya. “bayangkan saja, di tengah ketidak kepercayaan masyarakat kita yang semakin membesar terhadap wakil rakyatnya, malah ditambah dengan kemunculan  image bahwasanya para pelaku politik dan orang orang yang memegang peranan penting dalam Negara ini pada busuk semua, ini gawat lho dik, red siege” lik Gudhal masih berorasi.

Aku sendiri jadi gelagapan, pagi pagi sudah di hidangi orasi tingkat ngaco macam itu, tapi kalu di pikir pikir ada benarnya juga, memang, Negara kita ini bisa di bilang adalah Negara materialistis, alias matre. Bagaimana tidak, semua ukuran keberhasilan di sajikan dalam skala ekonomi. Mau jadi pegawe negeri, segini, mau jadi anggota dewan segitu, mau njabat jadi ini itu segini segitu..halah…

Lha kalau tolok ukurnya materi (uang-red),maka sila ke lima Pancasila kan mustinya bunyi “Sumbangan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” bukan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ”. maka dari itu, mungkin revolusi mental adalah yang pertama kali harus di galakkan di Negara ini dalam rangka mengatasi segala persoalan apapun yang super duper mega ultra kompleks dan multidimensional.

Kembali ke persoalan mas Din Nazarudin, si udin yang suka kurupsi, saya kira tidak perlu dipermasalahkan lah, kudis mana yang akhirnya berevolusi menjadi gudhik, soalnya semua kudis memang arahnya akan ke sana, tinggal di salep aja semua, di berantas sampai ke akar akarnya. Walau dalam situasi saat ini lalu timbul lagi permasalahan yang jauh lebih miris ; Lha yang mau memberantas siapa ? lha wong di situ KUDIS semua….halah…

“this is it” kata mbok Farah mengejutkan, “tempe bacem-goreng ala mbok Farah kuin” (kuintal kali-menilik body radial nan overweight yang di miliki sang chef wisma padepokan cangkir kita tercinta ini).

Sambil berkucau gaduh, mbok Farah mulai menata meja makan buat sarapan kami yang memang di syaratkan oleh mbah Sido (bernama lengkap Mbah Siro Sidosedomangke), sang pemimpin padepokan sebelum kami melakukan aktifitas dan rutinitas kami masing masing, katanya kalau perut rakyat sudah kenyang, berfikirnya akan jadi bersih dan inovatif, sehingga kemajuan dapat didorong dan digalakkan, maka, masih menurut dia, dalam suatu Negara, sebelum mencanangkan program yang lain lain, yang pertama perlu di lakukan adalah mengenyangkan dahulu rakyatnya. Kalau rakyat saja masih banyak yang lapar, segala program tetek mbengek akan berakhir kisruh, kacau dan mengerikan. Tentu saja ini adalah pikiran pribadi mbah sido, bukan sebuah kalimat suci yang mutlak harus di ikuti dan di amalkan secara membabi buta, dengan kata lain, ini bukan alas an untuk melakukan jihad bom bunuh diri…gak relevan memang…hehehehe…

‘de Kus sudah join di meja, beserta lik Gudhal dan mas Suro, sedangkan istri istri kami masih menyiapkan anak anak untuk bersekolah, semoga mereka besok menjadi generasi v.2.0 yang sudah diperbaiki bug-nya dan immune terhadap virus virus ganas yang bisa menyerang tubuh, otak, hati dan nurani serta menjadi generasi kenyang; kenyang perut, kenyang ilmu dan kenyang ahlak, karena di tangan merekalah Negara dan bumi kita ini akan memasrahkan dirinya…Amin.

Dv

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline