Lihat ke Halaman Asli

Kukhairi

Kukhairi

Melampaui Batas: Catatan Juang si Pendiam

Diperbarui: 18 Oktober 2023   20:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Namaku Elvan. Seorang remaja yang dikenal dengan kepribadian pendiam dan introvert-nya. Kehidupan sehari-hariku terbilang cukup monoton bagi orang-orang yang mungkin memiliki kepribadian berbeda dariku. Meskipun terbilang monoton, tetapi aku menyukai duniaku sendiri. Berimajinasi dan berkhayal merupakan dua hal yang menjadi dasar bagiku untuk mengekspresikan diri terhadap rasa kesepian yang mungkin ada dalam hati sejak pertama kali kepribadianku berubah.

Awal mula kepribadianku berubah terjadi pada saat menginjak usia delapan tahun atau kurang lebih sekitar sembilan tahun yang lalu. Semua ini berawal ketika diriku dibelikan sebuah PlayStation yang di mana pada saat itu sedang banyak diminati oleh orang-orang dari
berbagai kalangan usia. Meskipun terdengar aneh dan tidak masuk akal, tetapi itu adalah sebuah kebenaran yang memang terjadi dan aku rasakan hingga saat ini.

Akibat yang ditimbulkan dari berubahnya kepribadianku ini menjadi sebuah awal baru dari kehidupanku. Mulai dari sulitnya untuk bersosialisasi hingga meningkatnya prestasiku di sekolah. Memang cukup berat untuk dijalani, tetapi itu semua harus bisa ku lalui dengan penuh keyakinan untuk menjalankannya.

***

"Jangan terlalu banyak berpikir. Lakukan apa pun yang bisa dikerjakan sekarang. Karena hidup tidak selalu berdiam di tempat, tetapi untuk melangkah maju dengan tujuan yang jelas."

***


Dua tahun kemudian ...


Pada saat itu aku sedang duduk di kelas empat SD. Ketika sedang pembelajaran berlangsung, tiba-tiba ada guru lain yang masuk ke kelas. Kala itu, beliau memberi pengumuman terkait siswa-siswi yang dipilih untuk mengikuti sebuah perlombaan keagamaan untuk dijadikan perwakilan sekolah. Anehnya, saat itu aku ikut terpilih untuk mengikuti perlombaan tersebut.

"Elvan, kamu ikut lomba Mapsi cabang kaligrafi," ujar Bu Sinta seorang guru agama di sekolahku.
 

"Hah?" ucapku dalam hati.

"Untuk anak-anak yang tadi Ibu sebutkan namanya, besok kita mulai latihan di rumah Ibu setelah pulang sekolah," ucap Bu Sinta.

Awalnya aku ingin mengundurkan diri karena merasa tidak pantas untuk mengikuti perlombaan tersebut. Ya, mungkin itu semua karena aku merasa ada yang lebih jago dibanding diriku, tetapi kenapa bukan dia saja yang dipilih. Namun, karena sudah terlanjur terpilih, mau enggak mau aku harus bisa bertanggung jawab atas amanah yang diberikan padaku. Meskipun pada akhirnya kekalahan yang terjadi, tetapi aku cukup senang karena telah mendapat sebuah pembelajaran baru.

Ditahun berikutnya, aku dipilih untuk ikut perlombaan lain, seperti LCC dan Popda cabang olahraga catur. Pada saat itu aku sedikit senang karena telah dipilih, meskipun kekalahan harus terulang kembali. Menurut kalian mungkin kalah tidak ada artinya, tetapi bagiku kekalahan adalah sebuah kesempatan yang bagus untuk bisa berkembang lebih baik untuk ke depannya.

***

"Tumbuh dari luka akibat kegagalan akan membuat kita jadi lebih kuat dari sebelumnya. Berdamai dengan diri sendiri juga dibutuhkan agar kita dapat menerima segala sesuatu yang akan terjadi di kemudian hari."


***

Singkat cerita, masa-masa SMP-ku dimulai. Masa-masa ini bagiku terbilang cukup berat untuk dijalani. Bukan karena mata pelajaran yang semakin susah, tetapi karena kemampuan bersosialisasiku semakin redup. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, kepribadianku yang berubah juga ikut berperan besar dalam membentuk kebiasaanku. Tidak hanya itu, pola pikirku juga ikut berubah secara drastis menuju pola pikir yang seharusnya tidak perlu aku pikirkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline