Lihat ke Halaman Asli

Yudi Febrianda

Community Relations Supervisor

Kopiah Sakti

Diperbarui: 20 April 2016   13:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

28 Sept 2008, sekitar jam 11-an aku pulang dari kantor. Ngelewatin pasar Kebayoran Lama, ku liat ada beberapa motor jalan beriringan dengan pake jaket yg nampaknya seragam dari suatu kelompok keagamaan. Yang menarik perhatian adalah kopiah yg mereka kenakan. Bukan kopiah yg aneh. Kopiahnya sama dengan kopiah-kopiah yg banyak dijual di pasaran. Semua mereka, baik yg bawa motor maupun yg bonceng hanya make kopiah. Hanya kopiah yg biasa di gunakan untuk shalat. Tidak menggunakan helm.

Pakai kopiah tidak salah. Justru itulah kepatutan berpakaian dalam beribadah menurut Islam di Indonesia. Tapi ini konteksnya mereka sedang mengendarai sepeda motor di jalan umum. Bukan sedang beribadah. 

Kok bisa? Emang kalo malam aspalnya lunak gitu? Atau itu semacam kopiah sakti yg cukup kuat untuk menahan benturan jika terjatuh.

Setau ku dimana-mana kopiah itu dibuat dari kain dan jelas kain itu tidak cukup tangguh utk melindungi kepala kita. Lagipula sudah sangat jelas ada undang-undang yg mengatur bahwa setiap pengendara roda dua wajib menggunakan helm tanpa terkecuali. Tujuan undang-undang ini jelas untuk mengurangi angka kematian dan cedera parah. Setau dan sepemahaman gue yg pengetahuan agama Islam-nya juga gak bagus-bagus amat, yg mungkin lebih tepat seadanya, Allah tidak suka orang yang tidak menjaga dirinya. Lalu mereka kok bisa gitu aja? Apa mereka merasa dengan kopiah yg dijadikan simbol keagamaan otomatis mereka akan dilindungi oleh Tuhan.

 
Sudahlah, pemahamanku hanya sebatas apa yg terlihat oleh mata saat itu. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline