Lihat ke Halaman Asli

Budayawan korupsi.

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Korupsi di negeri ini sudah merembes ke seluruh elemen bangsa, dari tingkat yang paling bawah sampai tingkat yang paling tinggi. Dengan kata lain, budaya korupsi sudah menjalar ke seluruh elemen bangsa. Korupsi sudah menjadi kanker dalam tubuh bangsa ini, dan orang sudah menerimanya sebagai sebagai adat-kebiasaan. Singkatnya korupsi suidah menjadi budaya

Saking begitu mengakarnya korupsi, sehingga banyak orang menyebutnya sebagai 'budaya korupsi". Tapi apakah setuju orang disebut budayawan korupsi. Tentu orang tidak mau disebut 'budayawan korupsi. Seorang budayawan, artinya ia seorang yang paham tentang budaya, paham tentang makna budaya, dan ia adalah master dalam budaya. Budayawan korupsi tentu saja berkonotasi negatif.

Tentu saja budayawan korupsi berbeda dengan pemahaman tentang budayawan pada umumnya. Budaya korupsi yang terjadi di negeri ini karena orang tidak tidak mau belajar bahwa mengambil hak orang lain itu adalah bersalah, yang cendrung kepada dosa.

Ada suatu pemahaman bahwa ada 7 dosa pokok manusia sebagai 'capital sins'. Capital sins itu terdiri atas iri, dengki, marah, sombong, malas, tamak dan napsu seksual. Ketujuh dosa pokok itu melekat pada diri manusia. Lantas apa kaitannya dengan korupsi. Korupsi adalah sebuah ketamakan. Orang yang korupsi bukan orang yang miskin, tapi orang yang sudah kecukupan. Tapi karena ia mematikan hati nuraninya, maka ketika ia korupsi, tidak merasa bersalah apalagi berdosa. Oleh karena itu, korupsi sebagai bagian dari ketamakan, memang sudah menjadi bagian dari kehidupan ini. Namun jika seseorang mematikan hati nuraninya serta daya nalarnya, ia sudah kehilangan hati nurani bahwa mengambil dari hak orang lain itu bersalah yang cenderung kepada dosa.

Teringat bahwa mencuri adalah dosa sebagaimana tertulis dalam 'The Ten Commandement", perintah Allah kepada nabi Musa. Diterimanya the ten commandement, ini dengan maksud bani israel taat kepada Allah dan menuruti-Nya agar mereka menjadi bangsa yang sejahtera secara lahir dan batin.

Kembali kepada pemahaman tentang 'budayawan korupsi', tentu tak seorang pun mau disebut sebagai budayawan seperti itu, karena berkonotasi negatif. Tapi maraknya korupsi di negeri ini, berarti ada yang salah dengan bangsa ini. Sekiranya korupsi itu tidak lagi menjadi suatu 'dosa', atau sesuatu yang salah, maka bangsa ini akan terjebak dalam kesengsaraan yang dalam. Akan terjadi kerusakan moral yang akut, dan sulit untuk disembuhkan. Kerusakan yang parah yang akan datang, yakni degradasi moral yang luar biasa. Jika ini terjadi terus-menerus dan tidak mampu untuk dihentikan, maka akan 'chaos'lah bangsa ini.

Oleh karena itu, para petinggi negeri ini harus membuka mata dan telinga untuk melihat dan mendengar keluhan banyak orang agar bangsa ini mengalami damai sejahtera dalam arti yang sesungguhnya baik secara jasmani dan rohani sebagaiman diidam-idamkan oleh para pendiri bangsa ini.

Bagaimana menurut anda? Selamat beraktivitas.

Salam,

Jus Soekidjo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline