Lihat ke Halaman Asli

Fenomena Din Minimi

Diperbarui: 16 September 2015   09:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

    

FENOMINA DIN MINIMI

Represif atas kasus gerakan bersenjata Aceh Din Minimi masih terus bergulir hingga saat ini. Kasus penembakan seorang anggota Din Minimi, Junaidi pangilan Beurujuek pada tanggal 27 Agustus lalu dianggap kurang cukup tepat, sehingga melahirkan protes keras di kalangan aktivis dan organisasi masyarakat sipil. Setelah kejadian itu, beberapa seminar dan diskusi dilakukan merespons tentang penanganan konflik baru di Aceh pada 10 tahun perdamaian.

Paling tidak ada dua seminar: Pertama, diskusi kelompok terfokus dengan tema “Sinergitas Hubungan Jakarta-Aceh: Tinjauan Kritis terhadap 10 Tahun MoU Damai Aceh” pada tanggal 3 September 2015 di Hotel Hermes Banda Aceh, di samping refleksi masa depan perdamaian juga bicara strategi penanganan kasus Din Minimi. Kedua, diskusi publik dengan tema “Kelompok Din Minimi: Dibunuh atau Disentuh” pada tanggal 5 September 2015 oleh Pengurus Wilayah Kesatuan Aksi Mahasiswa MUslim Indonesia Aceh bekerja sama dengan badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Kesbangpol dan Linmas Aceh.

Pada diskusi publik ini di samping bicara tentang kasus Din Minimi, juga terbongkar tentang banyaknya bantuan bagi korban konflik yang tidak sampai kepada mereka yang berhak menerima bantuan. Dalam seminar itu, sebagian peserta menyesali adanya tindakan pelumpuhan tanpa proses peradilan yang adil, para peserta juga menggugat gaya kepolisian yang dianggap menyalahi aturan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat yakni Pasal 1 UU Kepolisian Negara Republik Indonesia No.2 Tahun 2002 dan melanggar UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Tentu, ada juga yang setuju dengan pola kekerasan yang diambil kepolisian dalam menangani konflik bersenjata. Demikian pula pendapat publik yang muncul di media cetak. Cerita-cerita tentang konflik yang meruak saat ini tentu meresahkan dan menimbulkan ketakutan baru karena ikut mengganggu investasi di Aceh. Kasus ini juga menjadi obrolan di setiap warung kopi dan meunasah.

Sejak bulan Maret tahun 2015 lalu, Din Minimi telah mencuri perhatian publik bukan hanya di Aceh tetapi juga nasional. Kelompok sempalan eks Gerakan Aceh Merdeka asal Peureulak ini telah memproklamasikan tiga tuntutannya, yaitu: Pertama, masih adanya mayoritas kombatan yang terabaikan; Kedua, penanganan anak yatim dan janda korban konflik belum selesai, dan; Ketiga, bulir-bulir MoU yang belum semuanya terealisasi di Aceh.

 

Banda Aceh, 16 September 2015

RAHMATSYAH




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline