Lihat ke Halaman Asli

Luhut Jenderal Penakut dan Oportunis?

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak banyak yang mengetahui, dalam situasi perang berbagai peristiwa dapat menunjukkan watak asli seorang tentara. Kisahnya, pada 7 Desember 1975 Luhut sempat diberikan hukuman disiplin karena ketakutan terjun payung sehingga timnya gagal diterjunkan dalam suatu operasi merebut kota Dili, Ibu kota Timor Timur. (Lihat Hendro Subroto, “Operasi Udara di Timor Tmur, 2005). Namun demikian, 24 tahun kemudian justru Luhut berhasil mencapai pangkat Jenderal, meskipun itu hanya merupakan pangkat kehormatan.

Karir Luhut semakin bersinar ketika tahun 1999 dirinya diangkat oleh Presiden BJ Habibie sebagai Dubes RI di Singapura.Pengangkatan tersebut sebagai hadiah atas jasanya turut membantu Habibie menyingkirkan pemerintahan Soeharto (Baca : http://politik.kompasiana.com/2014/05/22/dalang-kerusuhan-mei-1998-mendukung-jokowi-658823.html). Tidak cukup dengan itu, Habibie memberinya pangkat Jenderal kehormatan. Suatu hal yang janggal, seorang yang sudah pensiun dari TNI alias Purnawirawan, masih dinaikkan pangkatnya.

Saat Gus Dur menjadi Presiden RI, dengan lobinya yang kuat, Luhut menjabat sebagai Menperindag. Jabatan menteri itu tidak lama disandangnya, hanya satu tahun saja. Namun harta yang berhasil dikumpulkannya luar biasa. Luhut memiliki rumah di kawasan elit Kuningan, Jakarta3x lebih luas dari rumah dinas menteri.

Luhut sepertinya tidak bisa jauh dari dunia politik. Saat Abu Rizal Bakrie (ARB) menjabat sebagai Ketum Partai Golkar, Luhut menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Partai Golkar. Di saat yang bersamaan, secara diam-diam Luhut juga menjalin hubungan khusus dengan Jokowi. Tentu tidak banyak yang tahu, Luhut sedari awal memang hanya hendak memanfaatkan Golkar untuk mendukung Jokowi. Namun karena Golkar mengusung ARB sebagai capres, Luhut pun dengan sigap menyatakan ARB merupakan capres terbaik (Lihat : http://politik.news.viva.co.id/news/read/493895-luhut-panjaitan--di-antara-capres-lain--arb-terbaik).

Pada gilirannya, ketika suara Golkar tidak mencukupi untuk mencalonkan ARB, Luhut dengan cepat memberi dukungan pada Jokowi. Ini juga sangat aneh, saat Golkar memberi dukungan pada Prabowo, justru Luhut mendukung Jokowi. Anehnya, Luhut tidak mau mundur dari jabatan Wantim. Atas sikapnya tersebut, Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tanjung mendesak Luhut mundur karena dianggap tidak loyal pada partai. Akhirnya Luhut mundur dari Partai Golkar (Lihat : http://kupang.tribunnews.com/2014/05/21/akbar-minta-luhut-mundur-dari-jabatannya).

Posisinya sebagai minoritas membuat dirinya selalu bermain di belakang layar. Namun belakangan ini Luhut berani tampil di muka karena mendapat dukungan dari negara adi kuasa dunia. Ambisi Luhut ingin mendapat Jenderal bintang lima, mewakili Jenderal minoritas. Sebagaimana diketahui, dalam TNI hanya ada 3 orang yang menyandang Jenderal Besar bintang lima, yaitu Soedirman, AH. Nasution dan Soeharto. Semuanya Jenderal Besar tersebut beragama Islam. Luhut melihat ini peluang, hanya dia saat ini Jenderal non-muslim yang paling senior. Untuk meraih itu, tentu Luhut perlu memberi investasi politik yang cukup dan mencari perhatian Jokowi. Harapannya, kalau Jokowi terpilih menjadi Presiden, besar kemungkinan dirinya diangkat sebagai Jenderal Besar bintang lima.

Karena itu, salah satu yang paling ditakuti Luhut untuk mencapai ambisinya tersebut adalah Prabowo. Sebagai calon Presiden, Prabowo merupakan Jenderal yang dikenal tegas dan berani. Ketegasan dan keberanian Prabowo ini yang akan menjadi ganjalan bagi Luhut mencapai ambisi politiknya. Apalagi sepanjang karir militernya, Luhut tidak pernah mampu mendandingi Prabowo. Untuk menutupi kekalahan tersebut, Luhut melempar tudingan Prabowo bisa hebat karena dukungan dari mertuanya, Presiden Soeharto saat itu. Apalagi dirinya hanya perwira yang berasal dari kelompok minoritas beragama Kristen.

Peluang Luhut untuk menjadi Jenderal terbuka saat reformasi tahun 1998 bergulir. Tidak berani berjuang sendirian dan untuk menyamarkan ambisi kelompok minoritasnya, Luhut mengajak Agum Gumelar yang belakangan juga diberi gelar Jenderal kehormatan pada masa Megawati sebagai Presiden. Terbukti kedua Jenderal tersebut saat ini menjadi pendukung Jokowi sebagai calon Presiden yang dikendalikan oleh Megawati. Padahal sebelumnya, pada Pilgub DKI, Luhut justru mendukung Foke.

Untuk meraih segala ambisinya, Luhut tidak segan melakukan black campaign pada Prabowo. Menurut Luhut, Prabowo tidak pantas menjadi Presiden karena pernah dipecat. Luhut mengira Prabowo bisa dimatikan mentalnya dengan berbagai tudingan miring seperti itu. Luhut lupa, Prabowo memang dikenal sebagai seorang perwira pemberani. Alih-alih berharap Prabowo ‘mati’, terhadap serangan tersebut Prabowo semakin berlipat ganda kekuatannya. Banyak perwira TNI justru mendukung Prabowo menjadi Presiden karena jiwa patriotiknya yang luar biasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline