Malta adalah negara ke-30 yang kami kunjungi. Negara kepulauan super mini di Selatan Itali ini berbentuk republik dan merdeka dari jajahan Inggris tahun 1964. Inggris menjajah Malta sejak tahun 1814, namun walaupun begitu sisa-sisa Inggris tidak terlalu terasa, ya mungkin hanya kotak telpon dan kotak pos saja, yang mengingatkan bahwa Inggris pernah ada di Malta. Kenapa bagi saya tidak terlalu terasa, karena banyak nama tempat di Malta lebih terdengar Arabnya dari pada Inggrisnya. Padahal, dinasti Bizantium di Malta hampir sama lamanya dengan penjajahan Inggris yakni selama 2 Abad, dan itu pun antara abad ke-9 sampai abad ke-11. Setelah orang Arab, masuk Itali dan baru Inggris masuk. Namun, nama-nama tempat di Malta masih berbahasa atau setidaknya kental Arabnya, sampai sekarang.
Bila membaca bahasa Inggris Malta, saya banyak herannya, karena banyak istilah yang dipakai tidak biasa kita kenal. Misalnya istilah untuk disewa/disewakan dalam bahasa Inggris, yang sering kita pakai kan to rent di Malta menggunakan istilah to let. Awalnya malah saya pikir iklan untuk Toilet hehehe. Tapi begitulah di Malta, walaupun bahasa Inggris dan bahasa Itali adalah bahasa kedua, tapi bila mendengar orang Malta bicara akan terasa dejavu, karena bahasa campuran mereka bahasa Arabnya dominan yang dibumbui bahasa Itali dan Inggris campur aduk. Dan bila mereka berbahasa Inggris pun aksennya tidak terdengar masuk ke rumpun british, american apalagi australian.
Luas negara mini ini hanya 2 kali-an luas kota Bandung, 316 km2 saja, jumlah penduduknya 430 ribuan orang. Seharusnya kalau tersebar rata tidak padat, tapi berhubung penduduknya hampir sebagian besar ada di ibukota Valetta dan sekitarnya, maka Valetta dan sekitarnya terasa sangat padat. Apalagi ditambah di kota ini parkir gratis dan angkutan umum bus walaupun sangat murah (50 cent) penduduknya lebih senang bermobil ria. Padahal jalan-jalannya sempit dan banyak kondisi jalan-jalannya mengingatkan kondisi jalan di Bandung, banyak lubang dan garinjul.
Malta dan Bandung, banyak mirip lho selain penduduknya murah senyum, jalannya banyak lubangnya juga itu tidak sestreng Jerman. Tapi orang Jerman sih memang dibanding banyak bangsa Eropa lain isitimewa strengnya ya hehehe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H