Lihat ke Halaman Asli

ACJP Cahayahati

TERVERIFIKASI

Life traveler

Setelah America First, Siapa Second?

Diperbarui: 9 Februari 2017   18:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Baru hari ke-21 sebetulnya Trump menjadi presiden, tapi bukan saja pidatonya, cuitannya tapi yang paling membuat heboh beberapa hari terakhir ini adalah 'travel ban' dekritnya, melarang turis muslim dari 7 negara berpenduduk mayoritas muslim (Irak, Iran, Syria, Yaman, Sudan, Somalia, Libyia) masuk ke wilayan USA dalam 90 hari ke depan dan menyetop para pencari suaka dalam 120 hari ke depan (untuk pengungsi Syria malah seterusnya).

Larangan, yang ditandatangani tanggal 27 Januari 2017 ini tidak hanya membuat suasana kacau di airport, karena dekrit ini berlaku langsung bahkan untuk turis dari 7 negara ini dengan visa USA resmi valid, yang saat dekrit ditandatangai sudah dalam pesawat menuju wilayah USA. 

Bisa dibayangkan keheranan dan kengerian para penumpang dengan Visa resmi masuk USA dari ke-7 negara saat mendarat tapi tidak bisa keluar dari imigrasi ini kan ... untunglah, travel ban ini kemudian ditunda sementara oleh pengadilan federal USA tanggal 4 Februari 2017nya. Tentu saja, penundaan dekrit Trump ini membuat Trump uring-uringan.

Pembelaan Trump bahwa larangan itu common sense atau masuk akal, bisa dimengerti bahkan oleh anak sekolahan paling bodoh sekalipun, untuk melindungi penduduk Amerika atau yang lebih kontroversial adalah tuduhan Trump bahwa pengadilan federal USA memiliki muatan politik dengan penundaan dekritnya. 

Menanggapi Trump dengan serius memang memusingkan, karena banyak yang diucapkan Trump seringkali tidak tepat, seenaknya bahkan memicu polarisasi dan emosi. Ucapannya tentang tembok perbatasan dan investasi di Mexico, telponnya dengan Perdana Mentri Australia, ucapannya tentang Putin, ledekannya ke Arnold Schwarzenegger, ketidaksukaannya pada media utama, nepotismenya membela putrinya Ivanka dll adalah hal-hal yang menunjukkan entah kenaifan atau provokasi Trump.

Fenomena Trump ini tidak hanya menjadi pembicaraan formal di tingkat pemerintahan, media atau diantara para pebisnis dunia, tapi juga menjadi tema seru saat ngobrol dan minum teh antara para ibu di banyak tempat (termasuk saya di Jerman). Jadi tidak mengherankan Trump pun menjadi parodi yang kemudian viral di youtube. Sudah lihat ??

Apalagi kalau bukan viralnya video para youtuber dari berbagai negara, yang menirukan suara Trump dengan slogannya 'America first' kemudian memparodikan negaranya masing-masing untuk memperebutkan tempat kedua.

Viralnya video di youtube ini diawali oleh youtuber dari Belanda, dalam waktu dua hari videonya diklik 18 juta kali. Lalu, apa yang terjadi.. seperti bisa diduga maka bermuncullah banyak video sejenis dari Jerman, Denmark, Swiss, Belgia, Swedia, Slovenia, Lithuania, Portugal, entah itu ingin juga menempati tempat kedua atau parodi terhadap video dari Belanda. Kekhasan video ini menggunakan gaya bicara Trump yang khas.

Saya tidak tahu harus tertawa atau khawatir, melihat dagelan politik Trump di negara adidaya dan paling mengagungkan demokrasi ini. Simpan dulu apa yang akan terjadi, sekarang yuk menghibur diri dengan viralnya video memperebutkan tempat kedua ini, saya pilih Indonesia dong setelah America first. (ACJP) 





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline