Lihat ke Halaman Asli

ACJP Cahayahati

TERVERIFIKASI

Life traveler

Wisata Subuh Ancol, Antara Sampah dan Keunikannya

Diperbarui: 14 September 2016   16:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ancol (dok pribadi)

Ancol mungkin untuk banyak orang sudah tidak lagi menarik, banyak tempat wisata lain yang lebih menarik di Jakarta atau di lain kota. Namun, di lain kota tidak ada Dufan, tidak ada Sea World dan tidak ada pula kawasan pantai yang tertata dan mudah dijelang dari Jakarta. Walaupun pantai Ancol tidak sebersih Belitung, tidak seindah Karimun Jawa dan tidak setradisional Parangtritis Jogja, namun Ancol tetaplah Ancol apalagi bila subuh-subuh keliling di sekitar Ancol Lagoonnya, banyak sekali nelayan yang berlabuh membuat suasana pagi itu terasa memikat.

Nelayan Ancol (dok pribadi)

Mulai jam 5 pagi lewat, saya susuri pantai Ancol dari danau Ancol hingga ke Ereveld, makam Belanda korban perang. Sepanjang pantai itu, saya berpapasan dengan wajah-wajah ngantuk anak-anak muda, bahkan tidak sedikit anak-anak muda ini masih terlihat tertidur begitu saja di bibir pantai. Mereka yang sudah terbangun tampak terpekur memandang deburan ombak dan menikmati fajar, yang tertutup awan lalu membiarkan sepoi angin pagi membelai wajah kantuk mereka dalam hening. 

Untung saja panas Jakarta memungkinkan orang bisa tidur di mana-mana tanpa selimut, cukup alas karton atau koran, para anak muda ini tampaknya bisa dengan nyenyak melepas lelah di mana saja. Yang sudah bangun tampak berjalan pelan menyusuri dermaga. Sayangnya, pestanya anak muda dan lainnya pada malam sebelumnya menyisakan sampah yang tidak sedikit. Botol minuman, plastik-plastik meramaikan jalan, geladak kayu sepanjang Ancol Lagoon. Membuat saya terkadang menjadi gatal karena jarak ke tong sampah terkadang hanya satu jengkal saja.

Sampah di Ancol (dok pribadi)

Tidak jauh dari sampah-sampah ini tampak para petugas kebersihan sedang menyapu dan mengumpulkan sampah. Tidak ada tampilan kesal terlihat di wajah-wajah para petugas kebersihan ini melihat demikian banyaknya sampah bertebaran, inilah sikap nrimo kita yang luarbiasa, mereka menerima saja nasib tebaran sampah menjadi bagian dari pekerjaan. Mereka dengan telaten melipati koran dan kardus-kardus. Padahal, pekerjaan mereka akan lebih ringan dan cepat selesai bila para pengunjung mau berpartisipasi dan mengerti bahwa sampah harus masuk ke tempat sampah, bukan ditebar di mana saja, kan ... ironisnya, di beberapa tempat sampah tersedia lho hampir setiap 100 meter.

Petugas Kebersihan Ancol (dok pribadi)

Sikap bersenang-senang identis dengan seenaknya dan tanpa aturan, tampaknya harus dihapus dari kepala kita. Atau apakah karena plang larangan tidak mencantumkan larangan buang sampah sembarangan, ya .. sehingga sampah-sampah terlihat bertebaran di mana-mana di sekitar pantai Ancol ini ??

Plang larangan di Ancol (dok pribadi)

Untunglah, mata saya pagi itu tidak hanya direcoki sampah tapi juga keunikan Ancol. Ya ... bagi saya sangat unik karena pemandangan seperti itu jarang saya dapatkan, demikian rapihnya para nelayan merapatkan perahunya ke geladak kayu sepanjang pantai. Melihat para nelayan merapikan ikan-ikan dan udang tangkapannya dalam piring-piring sederhana. Lalu mendengarkan obrolan dan tawa para nelayan di pagi buta atau menyaksikan asyiknya para nelayan membersihkan jala-jalanya dari ikan dan kotoran. 

Perahu nelayan datang merapat (dok pribadi)

Semakin siang, para pengunjung dan yang berolahraga pagi pun semakin ramai. Di satu pojok, senam pagi diiringin lagu Maumere sampai Poco-poco mulai menggema dan digelar. Para ibu dan bapak dengan seragam sama tampak memadati satu pojok Ancol Lagoon, sementara di geladak kayu terlihat para pembeli pun mulai ramai saling tawar menawar harga dengan nelayan. Sungguh unik pemandangan ini, tentu saja akan lebih menarik bila tidak ada sampah yang mengotori lingkungannya, ya kan. (ACJP) 

Kesibukan nelayan dan pembeli di Ancol (dok pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline