Regensburg, yang ada di negara bagian Bayern ini, memang bukan Berlin, München, Köln atau Hamburg, kota-kota besar sasaran utama wisatawan dunia. Tapi Regensburg memiliki kelebihan, diantaranya memiliki kota tua Stadtamhof, yang masuk dalam warisan budaya UNESCO dan juga di mana Walhalla berada.
Nah... Walhalla ini sangat unik. Selain umurnya yang 174 tahun, juga karena bangunannya mirip Parthenon (kuil ungkapan rasa terimakasih rakyat Yunani untuk Dewi Athena di Akropolis atas kemenangan mereka melawan Persia), dan paling utama adalah di balik pembangunannya tersembunyi wujud semangat untuk kebangkitan rasa kebangsaan 'Jerman', yang semakin melorot karena dominasi kekuasaan Napoleon saat itu.
Awalnya Walhalla tidak masuk dalam destinasi liburan kami. Tapi ketika kami sampai di Regensburg, plang Walhalla terbaca di mana-mana membuat penasaran. Setelah digoogle... hei ternyata sangat menarik. Maka sebelum pulang, kami pun ke Walhalla dulu, yang ternyata kunjungan ke Walhalla bagi saya merupakan highlight dari kunjungan ke Regensburg.
Dari kejauhan, Walhalla ini tidak akan terlewat karena bangunan berwarna putih ini tampak sangat menyolok di antara kehijauan hutan di sekelilingnya. Panjang 125 meter dan tinggi 50 meter di antara bukit, tentu saja dari kejauhan pun terlihat. Di kaki lembahnya mengalir sungai Donau, yang masih dilayari perahu-perahu tongkang besar. Antara ngeri ketinggian dan kekaguman atas pemandangan di depan mata, membuat saya menarik nafas dalam-dalam. Rasanya koq jadi kecil sekali.
Setelah puas memotret sana sini, kami pun mulai masuk ke dalam. Tiket masuknya tidak mahal hanya 4 Euro per orang. Ruangan dalam pameran berdinding marmor ini tidak besar tapi terkesan megah. Dengan sekelilingnya dipenuhi patung kepala orang-orang yang sudah berjasa untuk 'Jerman', patung Ludwig I di tengah-tengah utuh (bukan hanya kepala saja) tampak duduk dengan gagah.
Tertulis di lantai diselesaikan atau diresmikan tanggal 18 Oktober 1842. Pembangunan Walhalla ini memakan waktu hampir 12 tahun, dimulai dari tahun 1830. Dengan kata-kata:
"Möchte Walhalla förderlich seyn der Erstarkung und der Vermehrung teutschen Sinnes! Möchten alle Teutschen, welchen Stammes sie auch seyen, immer fühlen, daß sie gemeinsames Vaterland haben. Und jeder trage bei, soviel er vermag, zu dessen Verherrlichung!“
yang saya terjemahkan bebas sbb.;
"Semoga Walhalla membantu menguatkan dan membangkitkan rasa ke-'Jerman'-an! Semoga semua orang 'Jerman', dari suku mana saja, selalu merasakan bahwa mereka memiliki Tanah Air satu. Dan setiap orang menyumbang, sebanyak mungkin mereka mampu untuk mengharumkannya!"
Dari kata-kata Ludwig I itu ... tidak tertulis kata Deutschland atau Deutsche, sebagai gantinya hanya ada Teutschen yang tertulis ... karena memang dari sejarahnya Deutschland atau Deutsche pada saat itu belum lahir, karena itu dalam penerjemahannya saya tulis 'Jerman' (dalam tanda kutip). Zaman Romawi dulu bahkan belum ada itu yang namanya Teutsche apalagi Deutsche, orang Romawi dulu menamai suku yang tinggal di pinggiran sungai Rhein sebagai bangsa Gallia dan Germania. (Pantas saja di komik Asterix, lawan Gallia hanya orang Romawi, tidak pernah Gallia dan Germania beradu, karena ternyata mereka sama-sama musuh bangsa Romawi)
Dengan berjalannya waktu, baru deh muncul kata Diutisk, yang artinya masuk kelompok rakyat. Lalu Theodicus untuk membedakan masyarakat yang tidak bicara bahasa Latin dan kata Teusche adalah pendahulu menuju Deutsche.