Lihat ke Halaman Asli

ACJP Cahayahati

TERVERIFIKASI

Life traveler

Booming Harga Tanah, Kualitas Terbengkalai

Diperbarui: 26 Januari 2016   21:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="dok pribadi"][/caption]Baru saja saya mendengar di salah satu radio Jerman, yang mengabarkan per m2 properti paling mahal sedunia itu ada di Hong Kong. Ck ck ck... apa ini penyakit orang Asia, ya.... senang mematok harga setinggi langit? Terus terang ketika saya mendengar harga tanah per m2 di perumahan-perumahan terkenal Tangerang Selatan saja, saya sampai geleng-geleng kepala.

Bayangkan... bisa diklik di sini, harga tanah rata-rata di Jerman itu (Desember 2015) untuk sampai luas 300 m2 hanya 240 Euro/m2. Di kota kami tinggal harga tanah di lokasi primadona saja berkisar antara 400-600 Euro/m2 artinya bila dikurskan 1 Euro itu 15 ribu rupiah, maka harga tanah per m2 yang paling top saja di kota kami tinggal "hanya" 9 juta rupiah/m2. Sedangkan di salah satu perumahan elite Tangerang Selatan bahkan sudah mencapai 11 juta/m2 (tahun 2013).... hallah! Dan, ajaibnya walaupun harga tanah, yang bagi saya harganya sudah tidak lagi normal, perumahan itu laku seperti kacang goreng.

Apa karena harga tanah yang menggila itu, fenomena rumah kecil dan apartemen mini booming ditawarkan? Apartemen-apartemen yang dijual luasnya rata-rata hanya 36 m2 atau perumahan-perumahan dengan luas bangunan 36/45 lalu luas tanah yang semakin mengkerut, banyak dijual. Kalau lihat iklannya, luas bangunan itu diperuntukkan untuk satu keluarga dengan 2 anak, duuh... kalau untuk hidup sebulan dua bulan sih ya gak masalah.... Tapi untuk seterusnya? Weeeee... sehat gak siiiihh?

Tahun 1998 Dr Wolfgang Feist, pakar Fisika Bangunan Jerman sudah meneliti bahwa rata-rata luas bangunan per kepala orang Jerman itu 36 m2. Dan sekarang luas bangunan per m2 per kepala meningkat menjadi 45 m2. Peningkatan ini memang ditengarai dipicu oleh meningkatnya tuntutan standar hidup yang diiringi peningkatan pendapatan. Itu untuk single tapi untuk keluarga dengan 2 anak atau rumah berisi 4 orang berdasarkan peraturan perumahan, patokan luas bangunannya 85-90 m2. Bayangkan dengan 36 m2 untuk ber-4. Duh bukan hanya 4 L (Lo lagi Lo lagi) tapi dari segi kesehatan bagaimana.

Apa yang perlu dipertimbangkan bangungan sehat? 

1. Udara segar, pergantian udara itu sangat penting karena dalam pernafasan kita kan butuh O2 dan mengeluarkan CO2 nah semakin banyak orang maka semakin cepat tuh O2 habis terhirup. Artinya dengan bangunan kecil kita harus semakin sering membiarkan udara dalam ruang berganti.

2. Dari segi psikologis, bagi penderita Klaustrophobia... wah apalagi tembok adalah penjara. Tapi bagi orang tanpa fobia pun bila selalu dalam tembok sempit tidak sehat. Sehingga perlu sering ke taman ke tempat terbuka untuk memperluas pandangan dan rasa.

3. Kalau ruangan ber-AC harus rutin membersihkan AC, bila tidak akan mengganggu kesehatan

4. Satu hal lain yang tidak ada dalam apartemen-apartemen di Jakarta adalah fasilitas ruang gudang, sehingga tentu saja mempersempit lahan bangunan yang ada, bagaimanapun manusia selalu menyimpan barang. Dan satu lagi kotak pos, surat disosorkan di bawah pintu sangat tidak menyenangkan.

Dari sini bisa dilihat bahwa campur tangan pemerintah di Indonesia masih diperlukan, terutama dilihat dari segi harga dan kesehatan, ya kan. (ACJP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline