[caption id="attachment_317509" align="aligncenter" width="640" caption="Zeppeling Lahir Karena Minat dan Talenta (dok pribadi)"][/caption] Kurikulum Jerman di negara bagian kami, mewajibkan anak-anak kelas 9 dan kelas 10 untuk melakukan kerja sosial dan kerja praktek.
Kerja sosial lebih untuk menajamkan rasa sosial anak-anak dan biasamya dilakukan di rumah jompo, panti asuhan, taman kanak-kanak, tempat pembagian makanan sosial dan tempat bantuan lainnya. Anak-anak kelas 9 dibebaskan selama seminggu dari sekolah dan melakukan kerja sosialnya di saat kurikulum berjalan.
Di kelas 10, bukan lagi kerja sosial yang harus anak-anak lakukan tapi kerja praktek. Kerja praktek ini lebih bertujuan untuk mempersiapkan masa depan anak-anak. Saya sendiri sebagai orangtua menilai program ini sangat penting ada dalam kurikulum karena terkadang kita memiliki mimpi ingin menjadi ini dan itu tapi ketika dijalani, ternyata pekerjaan itu tidak sesuai bayangan.
Saat kelas 9, putri saya memilih untuk membaktikan kerja sosialnya di rumah jompo. Jam kerjanya tentu saja sama dengan perawat orangtua lainnya, 8 jam kerja. Dari cerita putri saya, ia pun harus membantu menyiapkan makan pagi dan siang, menyuapi para orangtua yang sudah tidak bisa makan sendiri, membantu membereskan kamar para orangtua bahkan bermain piano untuk menghibur para orangtua.
Bagi putri saya selama seminggu di rumah jompo atau panti wredha itu bukan hal yang ringan dan mudah. Lebih sering ia bercerita dengan suara tercekat karena haru dan kasihan, ia sangat menghargai para pekerja di panti jompo yang memiliki kesabaran dan mental baja mau bekerja di sana tidak hanya karena uang tapi juga karena panggilan hati. Ia sendiri menyadari bahwa pekerjaan di sana, tidak ingin ia lakukan di masa depan karena membuatnya sedih. Saya sendiri, menilai kerja sosial seperti ini sangat dibutuhkan anak-anak, tidak saja karena kerja sosial memperhalus jiwa sosialnya tapi juga mempertajam moral dan naluri sosialnya agar lebih peka.
Di kelas 10, putri kami memutuskan untuk kerja praktek di sebuah Kantor Pengacara. Ketika putri kami untuk pertama kalinya mengatakan ingin menjadi pengacara dan kuliah hukum, secara spontan terus terang saya agak heran dan mungkin sedikit 'kecewa'.
Rasa 'kecewa' ini mungkin lebih terdorong karena kami, suami istri, berlatar belakang sains dan bila melihat hasil rapor putri kami pun nilai-nilai bidang sains dan matematikanya sangat menonjol. Selain itu, saya pikir jurusan Hukum ini membuat putri kami tidak terlalu fleksibel kelak dalam memilih tempat kerja karena tentu hukum yang dipelajari terutama Hukum Jerman. Untuk itu, saya masih sedikit berharap putri saya melihat panggilan hatinya yang lain.
Namun, tentu saja sebagai seorang ibu, saya berusaha menghargai keinginannya dan apalagi dengan adanya program kerja praktek dalam kurikulum, saya berharap putri saya dapat menyadari apakah menjadi Pengacara memang sudah sesuai dengan harapannya.
Putri teman kami misalnya awalnya ragu apa yang ia inginkan. Minatnya antara Hukum dan Kedokteran Khewan membuatnya bingung, namun setelah kerja praktek di Kantor Pengacara, ia pun menyadari bahwa menjadi Pengacara tidak sesuai bayangannya dan sekarang ia dengan pasti telah mulai kuliah di jurusan Kedokteran Khewan. Dan saya percaya, anak yang kuliah sesuai panggilan jiwanya kelak bila bekerja tidak akan setengah hati dan hidupnya akan lebih bahagia.
Jangan berburuk sangka dengan jurusan Hukum ini ya, di Jerman tidak sembarang orang dapat mengambil mata kuliah Hukum dan Kedokteran. Anak-anak yang diterima langsung di Universitas Jerman untuk jurusan ini, harus memiliki nilai rata-rata baik dan sangat baik. Bila nilai mereka kurang tentu saja harus menunggu sampai bertahun-tahun sampai dapat tempat atau harus mengambil pendidikan dulu selama 3 tahun di bidang yang sama, untuk kemudian dapat diterima di jurusan yang diinginkan.
Demikianlah, saya kira kurikulum sekolah sebaiknya tidak hanya meningkatkan tingkat kognitif tapi juga membuka wawasan untuk masa depan anak-anak. Anak muda menjadi lebih percaya diri akan minat, panggilan hati dan talenta mereka. Sistem pendidikan seperti ini tentu saja memungkinkan kelak orang-orang yang bekerja di bidangnya adalah orang-orang yang ahli dan sesuai panggilan hati mereka.