Lihat ke Halaman Asli

ACJP Cahayahati

TERVERIFIKASI

Life traveler

Korelasi Rasio Elektrifikasi dengan Produktifitas dan Kemacetan

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Informasi rasio elektrifikasi Indonesia sebesar 75,8% di tahun 2012 (informasi prokum esdm) ini bagi saya informasi tidak jelas, sebab masalah krusial yang ada menjadi terselubung. Tapi coba bila melihat lebih detil, rasio elektrifikasi tertinggi di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya sebesar 99,99% dan terendah di Papua 35,89%. Tentu langsung tuinggggg kan dengan rentetan permasalahan yang ada di masyarakat.

Yang pasti yang langsung terbersit di kepala saya adalah ... "hmmm pantas saja bila Jawa dan Jakarta selalu menarik dan menjadi tujuan utama pencari kerja". Padahal bila melihat kondisi Jawa, luasnya hanya 6,8% dari luas Indonesia tapi tampungan penduduknya 57,5% dari seluruh penduduk Indonesia, tidak seimbang kan. Lalu pantas saja karena kurang listrik produktifitas industri tidak bergairah sehingga lapangan kerja kurang dan gantinya politik atau menjadi anggota Legislatif lebih dijadikan mata pencaharian atau tunggangan ekonomi daripada manifestasi keyakinan dan ideologi.

Dan tidak perlu heran pula bila kemacetan dari tahun ke tahun semakin menggila, tidak hanya terjadi di Jakarta tapi juga Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Malang dan banyak kota di Jawa karena menurut saya rasio elektrifikasi ini sangat erat hubungannya dengan persebaran penduduk dan produktifitas ekonomi bangsa.

Bila pemerintah daerah repot memikirkan bagaimana mengatasi macet, sementara masalah elektrifikasi terutama di daerah tidak ada kemajuan, maka masalah akan selalu timbul karena inti masalah tidak terselesaikan. Masalah makro yang tidak diselesaikan secara holistik, hanya membuat para eksekutor pemerintahan dan pemangku tanggungjawab menutup lubang dan menggali lubang, jalan di tempat.

Masalah paling menyedihkan dan sudah cukup lama berlangsung misalnya saat ini sering ngejepretnya lampu di Medan. Bagaimana ada industri besar tertarik menanam modal di sebuah kota, yang jaminan ketersediaan listriknya sangat kurang, bagaimana kesejahteraan penduduknya bisa maju dan tentu saja bagaimana migrasi penduduk masuk Jakarta atau Jawa bisa dihentikan bila kenyataan di lapangan tidak mendukung sama sekali.

Bila mengingat biaya PEMILU 2014 yang dikabarkan senilai 4o Triliun (2% dari pendapatan negara yang direncanakan untuk tahun 2014 sebesar 1667,1 triliun) tapi politik nanti hanya politik seremonial lagi-lagi tidak berhasil menggairahkan industri dan terutama peningkatan rasio elektrifikasi terutama di daerah, rasanya angka triliunan itu hanya mubazir saja. Padahal Indonesia sejak kemerdekaan usianya akan memasuki umur 69 tahun tahun ini, kalau ukuran manusia sudah mulai renta. Mari kita lihat upaya pemerintah Jerman dalam waktu 25 tahun membangun mantan Jerman Timur supaya sama dengan tingkat kesejahteraan Jerman Barat.

Jerman dan Pembangunan Daerah Tertinggal

Bagaimana Jerman mengentaskan perbedaan kesejahteraan di dalam negeri terutama di negara bagian mantan DDR, membuat saya terpekur dan memikirkan kiprah Kabinet Indonesia Bersatu dan kabinet-kabinet sebelumnya terutama Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal selama ini.

Tidak dipungkiri lagi, peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah tujuan akhir dari segala bentuk pembangunan. Untuk membangun dibutuhkan investasi, untuk investasi dibutuhkan dana dan para pemilik dana biasanya adalah industri besar. Lalu bagaimana industri besar tertarik untuk berinvestasi, salah satunya adalah infrastruktur kota atau daerah yang baik.

Ketika pada tahun 1989 Jerman Barat kembali bersatu dengan Jerman Timur, tugas berat pemerintah saat itu sudah menanti. Perbedaan tingkat kesejahteraan yang mencolok antara masyarakat Jerman Barat dan Jerman Timur terutama adalah tugas berat yang harus segera diselesaikan dengan adil dan tanpa huru hara. Lalu, dana yang luarbiasa tinggi dibutuhkan untuk sesegera mungkin memperbaiki infrastruktur Jerman Timur yang ketinggalan zaman.

Saya yang mengalami masa-masa itu, dapat merasakan suasana senang tapi diiringi sedikit khawatir dan keinginantahu masyarakat Jerman di Barat. Media selalu menayangkan bagaimana eufori masyarakat Jerman Timur ketika berbelanja di Jerman Barat, bagaimana mobil Trabi mobil khas Jerman Timur menjadi bahan tertawa masyarakat Jerman Barat, setiap hari selalu ada berita dan gosip terdengar mengenai itu. Setahun pertama bersatunya kembali Jerman Barat dan Timur menjadi satu tahun geliat perkenalan kembali yang penuh hati-hati tapi untungnya tanpa insiden yang berarti dan menurut pandangan saya, cukup berhasil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline