[caption id="attachment_102182" align="alignleft" width="200" caption="Don Hasman, fotografer senior Indonesia. Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption] Sebuah pertemuan yang menggugah terjadi ketika Don Hasman, fotografer senior Indonesia, mengunjungi kantor Fotografer.net (FN) di Yogyakarta, Kamis (25/3). Fotografer kelahiran Jakarta tahun 1940 ini sudah mulai motret sejak berusia 11 tahun. Tercatat berbagai puncak dunia sudah ditaklukkannya. Berbagai negara sudah dijelajahi dengan berjalan kaki dan bersepeda. Wilayah tertinggi yang pernah ditaklukkan Don Hasman adalah Nuptse, kawasan Himalaya, Everest base camp 6.150 meter tahun 1978, masuk wilayah geografis Nepal. Baru 9 tahun kemudian rekor tersebut bisa diperbaharui oleh orang Indonesia lain. Don Hasman juga pernah menaklukkan Gunung Kilimanjaro 5.985 meter di Tanzania tahun 1985. Ia berangkat, antara lain, bersama mendiang Norman Edwin, wartawan Kompas, yang legendaris itu. Keteladanan Don Hasman adalah kekonsistenan memotret hingga hari ini, kala usianya beranjak senja. Oom Don, demikian ia akrab disapa, tahun 2007 masih sanggup berjalan kaki 1000 km dari Saint-Jean-Pied-de-Port, Perancis Selatan ke Cape Finisterre, Spanyol Barat Laut. Perjalanan selama 35 hari itu ditempuh dalam 2.200.000-an langkah oleh anggota kehormatan Mapala UI bernomor anggota MK 225 ini. Kunjungan Oom Don ke kantor FN tak jauh dari fotografi. Menimba pengalaman dari fotografer dan petualang alam bebas ini bak menimba dari sumur yang tak pernah kehabisan air. Sambil saling berbagi foto, Oom Don menyebutkan, "Foto bagus adalah foto yang bisa menggugah perasaan." Petikan yang singkat tapi dalam dan mengena. Ketika fotografer berkutat dengan kecepatan rana, diafragma, dan perlombaan resolusi, petikan Oom Don ini penting dijadikan bahan refleksi. "Foto yang menggugah bisa menginspirasi orang yang melihatnya. Membuat orang melakukan sesuatu," imbuh Oom Don. [caption id="attachment_102184" align="aligncenter" width="500" caption="Don Hasman. Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption] Fotografer kerap pula mengabaikan etika dalam memotret. Pada upacara Yadnya Karo tahun 2009, adat suku Tengger di Bromo, Oom Don tegur tegas seorang pejabat pehobi fotografi yang nekat pakai alas kaki. Padahal di tempat tersebut sudah diumumkan larangan pakai alas kaki. Di kantor FN, Oom Don tunjukkan bukti foto pejabat yang nekat langgar aturan itu. "Dia pakai atasan pakaian adat tapi bawahnya pakai celana jins. Pakai sepatu, pula!" ungkap Oom Don berapi-api. Tahun 2009, Oom Don masih kuat berkeliling Gunung Tambora, di Pulau Sumbawa, NTB untuk menyusun buku fotografi tentang gunung itu. Gunung Tambora jadi legendaris lantaran letusan tahun 1815 masuk yang terbesar dalam sejarah dunia. Selama setahun planet bumi tersaput abu Tambora, dan tak ada musim panas. Sudah sepatutnya Oom Don, yang legendaris itu, terlibat dalam penyusunan buku tentang gunung legendaris. [caption id="attachment_102189" align="aligncenter" width="500" caption="Don Hasman bersama Farid Wahdiono (kiri), Chief Editor Exposure Magazine dan saya (kanan) di kantor Fotografer.net (FN) di Jogja."][/caption] Pada foto yang diunggah ke Facebook (seperti terlihat di atas), Arbain Rambey, fotografer senior Kompas berkomentar, "Pada tahun 1977, poster di kamarku di Semarang adalah foto Don Hasman di Himalaya, bawa Merah Putih. Tahun 1988, Don Hasman jadi temen di Papua.....apakah saat seumur dia aku masih sesemangat dia?" Sebuah renungan lain dari seorang fotografer tentang fotografer yang layak dijadikan bahan refleksi. Kisah perjalanan Don Hasman selengkapnya bisa disimak di Exposure Magazine yang akan terbit bulan depan. [caption id="attachment_102183" align="aligncenter" width="500" caption="Don Hasman in black and white. Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H