Lihat ke Halaman Asli

Longsor di Silalahi Pertanda Kerusakan Lingkungan Danau Toba

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pagi itu matahari terbit di sela-sela berkas awan tebal sisa hujan semalam, di sisi utara Danau Toba, Sumatra Utara. Tak berapa lama, langit di hari Minggu, 20 Desember 2009 membuka cerah dengan warna biru nan indahnya. Sungguh menggelorakan semangat untuk memotret bersama rekan-rekan penyuka fotografi dari Medan. Kami sudah menginap di Tongging malam itu. Sengaja, agar pagi hari tak terlalu jauh mengejar matahari terbit di Silalahi, Kec Silahisabungan, Kabupaten Dairi, Sumatra Utara. Hal yang istimewa di Silalahi untuk difoto adalah garis tepi danau yang meliuk-liuk indah, dua pulau nan fotogenik dan kehidupan masyarakat yang khas Batak. Usai memperoleh gambar-gambar indah dalam perjalanan dari Tongging ke Silalahi, kami menjumpai pemandangan yang mengenaskan. Persis di sebelah makam Raja Silalahi, hanya berjarak sekitar 50 meter saja, di sebuah alur sungai yang bermuara ke Danau Toba terserak berbagai material reruntuhan. Batu-batu besar berdiameter hingga 2 meter, batang-batang pohon berdiameter hingga 50 cm yang tercerabut dari akarnya dan reruntuhan-reruntuhan lain dalam berbagai jenis, bentuk dan ukuran. [caption id="attachment_41172" align="aligncenter" width="500" caption="Reruntuhan batu, batang kayu berukuran besar menjadi bukti kedahsyatan kerusakan lingkungan di sekitar Danau Toba. Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption] Seorang rekan dari Medan lantas mengingatkan perihal berita di koran yang belum lama berselang perihal bencana banjir di Silalahi. Saya spontan mendokumentasikan kerusakan alam itu. Sungguh tragis, mengabadikan kerusakan alam dengan latar belakang alam yang masih murni dan dipayungi langit biru nan indah dan cerah. Henri Silalahi, penduduk lokal yang kebetulan sedang berada di lokasi kami mintai konfirmasi. Penduduk asli Desa Silalahi ini menuturkan musibah yang terjadi 22 November 2009 itu. "Belum lama, besok baru genap sebulan," kata Henri membuka pembicaraan. [caption id="attachment_41167" align="aligncenter" width="500" caption="Henri Silalahi menunjukkan lokasi banjir dan longsor di Desa Silalahi, 22 November 2009. Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption] Lelaki berkulit gelap ini bertutur, hujan hari itu dimulai sejak siang. "Baru sore sekitar jam 5 banjir besar itu terjadi," ungkapnya. "Batu-batu besar ini dari atas semua. Dibawa oleh banjir kemari," tutur Henri sembari menunjuk bongkah-bongkah bebatuan berdiameter hingga 2 meter. "Batang-batang kayu ini juga dari atas sana. Sudah menyumbat sungai ini sejak lama, sedikit demi sedikit," imbuhnya. [caption id="attachment_41173" align="aligncenter" width="500" caption="Banjir 22 November 2009 merusak jembatan, rumah tinggal, kebun bawang dan menelan 2 korban jiwa di Desa Silalahi, Silahisabungan, Dairi, Sumatra Utara. Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption] Banjir petang hari itu merusak jembatan di dekat makam Raja Silalahi, yang menghubungkan Tongging dan Silalahi, dan Kabupaten Karo dan Dairi. Selain merusak jembatan, banjir juga merusak ludes kebun bawang milik Henri. Tak hanya itu, banjir juga menelan 2 korban jiwa, Rosmauli Silalahi (45 tahun) dan anak laki-lakinya berusia 14 tahun. Kebetulan Rosmauli masih berkerabat dekat dengan Henri dan bermarga sama-sama Silalahi. Dua kerabat Henri itu sedang berada di rumah kontrakan di tepi sungai yang tengah dilanda banjir. "Untung banjir terjadi sore hari. Kalau malam hari terjadi ketika semua orang sudah tidur, pasti lebih banyak korban," papar Henri dengan tegar. Pembicaraan kami tutup karena sudah cukup dapat banyak foto dan banyak keterangan. Saya dan rekan-rekan fotografer Medan melanjutkan perjalanan d bawah langit biru dan terik matahari pagi di hari Minggu nan ceran dan indah. Saya lantas teringat sejumlah rekan yang pernah beberapa kali mengumandakan gerakan "Save Toba Lake". Baru kali ini saya tersentuh dan berharap foto-foto yang saya pasang di sini bisa mengetuk pintu hati berbagai pihak. [caption id="attachment_41175" align="aligncenter" width="500" caption="Kerusakan lingkungan parah di sekitar Danau Toba, banjir dan longsor pada 22 November 2009, Desa Silalahi, Silahisabungan, Dairi, Sumatra Utara. Foto oleh: Kristupa Saragih"][/caption] Apakah musti menunggu ada anggota keluarga otoritas setempat yang tewas karena kerusakan alam Danau Toba? Ataukah musti menunggu pula ada anggota keluarga pemilik industri perusak lingkungan Danau Toba yang mati dan jadi korban kebiadaban keluarga mereka sendiri?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline