Di sebuah desa di pedalaman pulau Timor, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kecamatan Mutis, bernama Desa Naekake A, tinggalah sebuah keluarga sederhana.
Waktu subuh, sebuah langkah tertatih-tatih menerobos kegelapan, cahaya matahari kemerah-merahan di ujung langit ufuk timur menandakan waktu hampir pagi. Sosok berambut keriting hitam, berbadan kurus, dan kulitnya agak kecoklatan meskipun begitu sosok itu terlihat cantik dan tegar, Ibu Bal namanya.
Tidak ditanyakan lagi ke mana sosok itu akan pergi, tujuannya satu pergi ke kebun cabai miliknya yang terletak di tengah hutan. Letaknya begitu jauh dari rumahnya namun karena pulang pergi yang ia lakukan setiap hari, membuatnya terlihat sangat kuat dan baik-baik saja.
Wanita tangguh ini mempunyai empat orang anak yang harus diurusnya. Anak sulungnya yang perempuan melanjutkan pendidikan Kebidanan di Yogyakarta, membuatnya harus membanting tulang di kebun cabainya setiap hari tanpa henti. Tak kenal hujan maupun panas terik matahari wanita tangguh ini terlihat begitu senang melakukannya, meskipun banyak kelelahan yang pasti ia lewati.
Ia memiliki dua orang anak kembar yang berusia kurang lebih 5 tahun. Karena itu, membuatnya harus pulang pergi ke rumah meskipun hari telah malam. Ketekunan serta kegigihannya dalam bekerja, kebun cabai yang ia miliki memberikan keuntungan yang sangat banyak. Kebun miliknya memiliki ukuran yang lumayan besar, ia harus membayar pekerja untuk membantunya.
Dari situ wanita ini harus membagi hasil panen cabai menjadi dua bagian demi membayar para pekerja dan juga membiayai anaknya. Hasil panen dijual kepada orang yang telah mengenalnya sebagai partner kerja.
Mereka bekerja sama dalam memperoleh harga yang memuaskan. Karena di desa tersebut pasarnya hanya di buka pada hari Rabu dan Kamis, ia memanen hasil cabainya pada hari Senin dan Selasa. Selanjutnya wanita tangguh ini juga memanen pada hari Jumat dan Sabtu untuk dijual pada hari Minggu untuk orang-orang yang membeli.
Hasil panenannya bisa mencapai 10 karung besar. Begitu banyak hal yang wanita ini lakukan saat bekerja. Kadang ia sakit namun hal itu tidak membuatnya patah semangat dan berhenti. Ia terus berjuang dengan bekerja, memikirkan anaknya yang sedang mengejar ilmu kesehatan itu, yang tentunya membutuhkan banyak biaya. Ditambahnya lagi dengan mengurus tiga orang anaknya yang masih kecil.
Karena memiliki kebun yang sangat jauh dari desa dan terletak di tengah hutan, wanita tangguh ini sering diganggu oleh makluk alam lain. Namun hal yang sangat dikagumi adalah wanita ini tidak takut akan hal itu. "Demi anak-anakku, aku rela dan berjuang apapun situasinya," ujarnya pada suatu waktu.
Wanita ini dengan ketegarannya terus bekerja setiap hari tanpa lelah. Wajahnya yang kecoklatan karena dibakar matahari setiap hari selalu dihiasai senyum yang manis. Begitu banyak garis-garis merah di telapak kakinya karena menerobos hutan penuh duri setiap hari, seperti tak terasa sama sekali olehnya. Sangat luar biasa.
Wanita ini terlihat selalu mampu mengerjakan pekerjaan yang berat itu, tak pernah sedikitpun terdengar kata keluhan dari mulutnya. Wanita tangguh yang tekun bekerja itu tak sekali meninggalkan pekerjaannya walau ada keperluan penting.