Lihat ke Halaman Asli

Kris Hidayat

urip iku obah

Gema "Kelompok Minoritas" di Komisi Yudisial RI

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Adalah utusan dari Staf Pemkot Bogor yang membedakan perlakuan minoritas dan mayoritas, kemudian wacana pengurusan ijin ada yang mengurus dengan sembarangan dan yang patuh aturan.  Ketika patuh dan keluar ijin pun tak serta-merta dapat membangun, justru ini adalah ijin gedung beribadah..

“The Bogor administration supports the right of religious freedom but
we believe that there are reasons to limit the freedom, especially when
it comes to majority and minority.” Roni said the Bogor administration respected the law.

The Jakarta Post


GKI Bapos Taman Yasmin diundang dalam Seri Diskusi Strategic Impact Litigation Forum (SILF), dalam diskusi seri pertama ini, bertema ‘Dampak Litigasi dalam menjamin hak beribadah terhadap Kasus GKI Taman Yasmin, HKBP Filadelfia dan HKBP Cinere’ diprakarsai oleh LBH Jakarta bersama Komisi Yudisial Republik Indonesia, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Indonesia Legal Resource Centre (ILRC), Hukum Online, GKI Taman Yasmin, HKBP Philadelfia, dan lembaga-lembaga lainnya,  yang diselenggarakan pada tanggal 13 Oktober 2010 di Ruang Auditorium Komisi Yudisial Republik Indonesia.  Narasumber yang hadir adalah Bpk. Dr. Frans Hendra Winata  (anggota Komisi Hukum Nasional), Bpk. Jayadi Damanik (anggota Tim Advokasi GKI Bapos Taman Yasmin), dan Bpk. Martin Hutabarat (anggota Komisi III DPR-RI).

Makalah yang disampaikan oleh Bp. Jayadi Damanik  yang disampaikan pada forum ini berjudul “Ketidakpatuhan Pemerintah Kota Bogor Terhadap Putusan PTUN yang Berkekuatan Hukum Tetap Dalam Perkara Pembekuan IMB Gedung Gereja GKI Taman Yasmin Bogor dan Peran Oknum Polresta Bogor Melanggengkannya”. Ulasan singkat yang disampaikan Bp. Jayadi Damanik adalah mengenai hak Jemaat GKI Taman Yasmin untuk memperoleh kepastian hukum dapat terpenuhi, yakni ketika “seharusnya” Pemda Kota Bogor mengindahkan perintah pengadilan dalam putusan PTUN Bandung yang telah berkekuatan hukum tetap.

Pada diskusi terbuka itu disampaikan pula mengenai segenap upaya GKI Taman Yasmin agar Pemda Kota Bogor segera dapat membuka segel dan gembok yang dipasangnya sehingga jemaat GKI Taman Yasmin dapat melanjutkan pembangunan gedung tersebut dan menggunakannya.

Dijelaskan pula dengan sangat tegas, bahwa Pemda Kota Bogor seolah-olah tidak mengetahui serta tidak memahami ketentuan bahwa “Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan”.  Pemda Kota Bogor (tergugat) secara sewenang-wenang menghalangi Jemaat GKI Taman Yasmin untuk melanjutkan pembangunan gedung gereja tersebut, bahkan tergugat menyegel dan menggemboknya pada 10 April 2010 dengan alasan tergugat masih menunggu putusan PK yang dimohonkannya.

Dalam diskusi ini dibahas mengenai  kebebasan beragama sebagai salah satu hak asasi manusia yang universal, yang terkandung di dalamnya tolerasni beragama dan beribadat. Kebebasan  beragama harus diartikan dan dipraktekkan secara dinamis dan bukan statis. Oleh karena itu, kebebasan memeluk agama harus diimbangi kebebasan beribadat termasuk bagi kelompok minoritas.

Bpk  Dr. Frans Hendra Winata menyatakan, melihat kasus Yasmin, adalah bukti  nyata dari terlanggarnya hak kebebasan beragama dan beribadat serta menunjukkan lemahnya perlindungan dan jaminan Negara terhadap kebebasan beragama dan beribadat yang dianut di Indonesia, khususnya perlindungan Negara terhadap golongan minoritas yang merupakan bagian integral dari bangsa Indonesia.

Seyogyanya Negara tidak turut campur dalam kebebasan beragama termasuk beribadat dan menjalankan hak-hak ritual.  Sejarah dunia membuktikan campur tangan Negara terhadap agama telah mengakibatkan banyak konflik, peperangan dan penderitaaan manusia serta pelanggaran hak asasi manusia. Ijin operasional dan ijin lainnya yang dikeluarkan adalah syarat formal dan tidak boleh sampai menghalangi kebebasan beragama dan beribadat yang merupakan hak asasi manusia.

Pemda Kota Bogor hadir dalam diskusi yang diwakili oleh dua orang stafnya dan berikut adalah cuplikan penyampaian Bp. Roni, “Pemda mendukung kebebasan beragama  bagi semua warga kota Bogor, tetapi di lain pihak, ada alasan keterbatasan Pemda.  Pemda  berpedapat, putusan PK tidak menunda eksekusi, tetapi mengingat ketentraman dan kehidupan situsasi kehidupan masyarakat lebih dipentingkan oleh Walikota Bogor.  Jangan sampai isu ini lebih parah lagi. Pada intinya, Pemda menjunjung tinggi hukum, saat ini Pemda masih menunggu  sampai putusan pengadilan (tentang PK)”.

Mayong dari LBH  dan tim pengacara dari HKBP Pondok Timur sempat menyatakan kebingungan menanggapi pernyataaan dari Pemkot Bogor ini, yang sepertinya seolah-olah tidak mengetahui kasus yang terjadi di Bogor, menyangkut kasus Taman Yasmin.  Beliau menyatakan bahwa putusan Mahkamah Agung yang memiliki kekuatan hukum tetap, seperti tidak memiliki makna.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline