Lihat ke Halaman Asli

Jojo Simatupang

Sarjana Pendidikan | Guru | Penulis

Pemuda Pancasila Reformasi, Bukan Lagi Organisasi Preman. Ini buktinya

Diperbarui: 31 Mei 2016   23:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lambang Pemuda Pancasila. Sumber: halloriau.com

Pemuda Pancasila atau dikenal dengan PP merupakan sebuah organisasi paramiliter yang didirikan oleh Alm. Jenderal Besar A.H. Nasution. Berdiri pada 28 Oktober 1959, kemudian komando kepemimpinan pada tahun 1981 jatuh kepada Japto Soerjosoemarno. Organisasi ini nyentrik dengan premanisme yang mendukung penuh dengan kemiliteran Orde Baru. Pemuda Pancasila memiliki landasan Pancasila sebagai prinsip negara Republik Indonesia. Japto Soerjosoemarno hingga kini masih memegang kepemimpinannya. Japto sendiri menjadi salah satu orang yang paling ditakuti di negeri ini.

Japto Soerjosoemarno sendiri pernah menjadi seorang dosen pengajar di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Cawang, Jakarta Timur. Dalam mengajar, Japto menurut mahasiswanya merupakan salah satu dosen yang hebat, cerdas, dan memiliki motivasi yang hebat. Gaya mengajarnya seperti preman, namun preman yang berintelektual. Japto jarang mengadakan ujian terhadap mahasiswanya, dalam kegiatan perkuliahan, Japto lebih sering mengadakannya dengan cara khasnya, yaitu sersan (serius tapi santai). Dengan membawa pengalaman pribadinya, serta membawa rasa patriotisme kepada mahasiswanya, Japto sangat disegani dan dibanggakan oleh mahasiswa-mahasiswanya. Tidak hanya itu, keakraban mahasiswa-dosennya hingga tak terbatas. Beberapa mahasiswanya yang sering ke diskotek selalu membawa nama Japto sebagai keamanan, jika berkunjung ke rumahnya, anak buah Japto begitu segan kepada mahasiswanya.

Pemuda Pancasila sudah mulai tidak terdengar, namun eksistensinya di kancah ormas Indonesia masih diakui. Sejarah banyak membuktikan peran-peran Pemuda Pancasila. Tidak hanya itu, premanisme masih kental di dalam tubuh Pemuda Pancasila, namun sekarang bagaimana? Di salah satu desa di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, Pemuda Pancasila menjadi kepanjangtanganan pemerintah. Ketika ada pasar malam, Pemuda Pancasila berberan pengkondisian tempat/lokasi pasar malam. Pengamanan serta penarikan setoran dilakukan oleh Pemuda Pancasila, namun di desa ini Pemuda Pancasila berisikan relawan-relawan namun masih memiliki pandangan premanisme. Kadernya memang memiliki tampang sangar, tetapi mereka tetap teratur dan tidak mengganggu masyarakat.

Pemuda Pancasila kini semakin berkembang, di kawasan Jatinegara misalnya, kader Pemuda Pancasila berniat kembali memajukan kembali Pemuda Pancasila dengan aktif di politik. Tetapi politik yang sehat dan cerdas, seperti yang di utarakan oleh Puji, salah satu kadernya. Puji dahulu pernah dipidanakan selama 11 tahun akibat melakukan pembunuhan, sudah pernah di bui Nusakambangan dan kini telah bebas. Angin segar yang dihirupnya sekejap mengubah hidupnya menjadi semakin baik, Puji kini menjadi pria yang Islami dan penuh kasih sayang.

Puji kini melihat situasi politik yang semakin carut marut, bukan hanya dia, namun kader-kader lainnya. Hal ini membuatnya semakin gerap terhadap pemerintah yang tidak dapat mengambil sikap. Puji dengan kawan-kawannya di bawah Pemuda Pancasila memulai dengan berbuat kerja nyata, salah satu langkah utamanya adalah mengangkut orang-orang tunawisma dan tunakarya di tempatnya yang lumayan luas. Di tempat tersebut mereka tidak dipungut biaya, namun ketika sudah mampu bekerja, mereka diharapkan saling membantu satu sama lainnya. Hal ini merupakan kerja nyata mengurangi dampak pengangguran di ibu kota.

Pengalaman berharganya di penjara membuatnya mengubah cara pandangnya, ketika itu dia sangat iba kepada masyarakat-masyarakat miskin. Meniru dari sebuah daerah di daerah Jakarta Selatan, Gandaria. Gandaria memiliki seorang tokoh Betawi yang sangat sakti, bukan sakti ilmunya namun sakti karena mampu membuat daerah tersebut berkembang. Usut punya usut, orang tersebut adalah seorang Kiyai yang memiliki tanah Gandaria. Bahkan, Gandaria City adalah miliknya, ada perjanjian antara beliau dan pihak lain agar membangun bangunan sesuai kebutuhan. Namun ada syaratnya, tidak boleh ada bangunan gereja di tanah itu. Pedagang-pedagang disana yang berstatus orang miskin tidak membayar uang sewa alias digratiskan, karena beliau prihatin kepada pengusaha kecil yang berusaha dan ingin bertahan hidup. Tidak ada satupun yang berani melawan beliau, kehebatannya terbukti dengan preman-preman yang 'rontok' ketika berusaha mengambil alih kekuasaannya.

Puji merasa tergerak hatinya seperti yang dilakukan Kiyai tersebut, kerja nyata demi memajukan bangsa ingin dilakukannya dimulai dari hal kecil. Pemuda Pancasila kini dijadikannya sebagai pengaderan bagi orang-orang yang susah. Organisasi ini mulai bergerak ke arah ormas yang sebenarnya, membenah diri ke arah yang baik di rasa mulai harus dilakukan sejak saat ini. Pemuda Pancasila akan tetap mengerjakan pengondisian acara, keamanan, dan penertiban, namun dengan cara baru yang lebih baik. Kemudian jejaringnya dengan orang-orang hebat dan kaum pengusaha terus digaet agar semakin harmonis, dengan cara kerja sama yang baik, maka dimanfaatkan untuk mendapatkan hubungan kerja seperti menyediakan lapangan pekerjaan. Kerja sama lain juga akan dibina dengan sebaik-baiknya, jika Pemuda Pancasila memiliki acara, hal tersebut boleh bekerja sama dengan potongan biaya tempat, keamanan, dan lain-lain.

Pemuda Pancasila juga dengan kemampuan intelektual serta kesadarannya akan membuat pencerdasan terhadap masyarakat umum. Pengalaman-pengalaman kader akan terus dijadikan kajian, bahkan diskusi-diskusi non formal sering diadakan. Secara tidak sadar, Pemuda Pancasila bergerak ke arah reformasi yang semakin baik. Ormas dengan pakaian loreng oranye ini semakin terlihat kemajuannya, kita lihat saja nanti bagaimana Pemuda Pancasila ", berbenah diri. Semoga saja dapat bertahan dan semakin maju demi keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "NKRI Harga Mati", teriak Puji.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline