[caption caption="Demonstrasi Pengemudi Taksi. Jakarta, 22 Maret 2016"][/caption]
Sejak dahulu taksi di Indonesia sangat terkenal, bahkan beberapa menjadi transportasi yang mewah. Jelas, dengan segala fasilitas keamanan dan kenyamanan selayaknya kendaraan pribadi, plus dengan supirnya. Taksi terus berkembang dan mengalami pasang surut, tentu jangan heran persaingan sangat ketat. Ada 2 perusahaan taksi yang sampai saat ini masih bertahan dan terus maju, yaitu Blue Bird Group dan Express. Keduanya memiliki ciri khas dan menjadi maskot taksi di negeri ini, yang satu biru dan satunya putih.
Blue Bird dan Express mempunyai beberapa perbedaan. Blue Bird dengan mobilnya yang terkenal selalu tampak baru, bagus, terawat, rapih, dan supirnya yang di kenal ramah. Sistemnya adalah mobil milik perusahaan, sehingga harus di ambil dan kembalikan ke pangkalan usai beroperasi. Ketika mengalami peremajaan, armada dengan usia 5 tahun akan di pensiunkan dengan cara di jual, kemudian di cat ulang dan TNKB menjadi warna hitam. Armada tersebut di jual dengan harga yang sangat miring karena sesuai kondisi kendaraan, semakin tua maka kondisi semakin kurang. Namun jangan salah, Blue Bird memiliki bengkel sendiri di dalam pangkalan, dari bengkel mesin, bodi, dan cat.
Berlainan dengab Express, taksi yang tidak dapat dikatakan baru ini terkenal karena murahnya (lebih murah dari Blie Bird). Namun itu sebanding dengan kualitasnya, tidak jarang kita jumpai taksi putih ini dengan armada yang kondisi kurang baik, sudah berumur, dan modelnya tidak seperti Blue Bird. Itu wajar karena beberapa hal di antaranya Express tidak selengkap Blue Bird yang memiliki bengkel, armada akan bisa menjadi milik driver ketika sudah berusia 5 tahun atau setoran lunas. Makanya adalah hal wajar ketika melihat Express rusak dan kurang terawat. Setelah menjadi hak milik driver, armada boleh beralih menjadi kendaraan pribadi atau di jual kembali, karena itu sudah hak milik driver. Harganya lebih murah, karena apa adanya, kalau di cek, Express dengan Limo bisa hanya dengan Rp 60.000.000 saja, sedangkan Blue Bird dengan Limonya harus dengan Rp 80.000.000 sesuai kondisi armada.
Ojek online (Go-Jek/Grab Bike) perusahan baru yang sedang naik daun namun selalu kontroversi. Perusahaan hanya jual aplikasi dan perlengkapan standar (helm, jaket, dan tanda pengenal, serta asuransi), namun kendaraan adalah milik pribadi. Jelas harus miliki kendaraan roda dua dahulu baru bisa bergabung. Problema sangat banyak, karena banyak lapangan yang di garap. Baik jasa ojek dan taksi, jasa kurir, jasa pijat, jasa bebersih, dan lain sebagainya. Di tambah kekuatiran pemerintah akan keamanan pengguna, menghindari tindak kriminalitas karena tidak ada plat khusus sebagai transportasi umum komersial. Namun semua dapat di jawab dan perusahaan berani bertanggungjawab.
Menanggapi hal keributan kemarin, saya sangat kecewa. Saya pengguna taksi dan pengguna ojek online. Saya pribadi cukup ramah kepada mereka, banyak bicara pada mereka. Taksi terutama Blue Bird saya juga sering lakukan pemesanan dengan aplikasi Blue Bird via android. Demikian dengan okel online.
Beberapa kali menggunakan jasa taksi (Blue Bird, Express, Putra, dan Koperasi), mereka bukan orang yang tidak terdidik. Mereka banyak yang mengenyam pendidikan dari SMA hingga S1. Tahun 2014 lalu saya menggunakan Blue Bird dari kawasan Garuda TMII menuju bandara Soekarno-Hatta. Beliau seorang lulusan S1 Kriminologi PTN terkenal di negeri ini. Kenapa menjadi driver taksi, ya karena mencari nafkah itu dengan apa saja yang bisa dilakukan.
Pengakuan beliau bukan hanya beliau, tapi beberapa temannya demikian. Bahkan dari pengalaman saya, driver itu ramah-ramah, walau ada beberapa yang kurang ramah dan mungkin sedang malas bicara. Ketika tahu saya mahasiswa (pernah juga masih jadi jurnalis di ACG Advisor), beberapa dari mereka memberikan nasihat ke saya agar jangan seperti mereka, memberi motivasi dan memberikan unek-unek mereka. So, mereka itu orang-orang baik.
Demikian ojek online, mereka sama seperti driver taksi, mencari nafkah dengan berbagai cara yang halal. Bahkan media tahu banyak lulusan tinggi memilih menjadi driver ojek online. Mereka bukan orang tidak berpendidikan tinggi. Sama seperti driver taksi yang ramah, mereka juga kerap bicara isi hatindan motivasi.
Saya kecewa dengan hal kemarin yang mengakibatkan anarkisme di beberapa titik ibu kota DKI Jakarta. Demi profesi dan mencari nafkah, mereka rela menghancurkan saingan bahkan sahabat sendiri. Ironis!
Di tambah perlakuan Blue Bird Group yang mengeluarkan varian armada baru yaitu Honda Mobilio karena pasar Limonya dapat di miliki oleh pesaingnya. Tampaknya seperti ingin monopoli menguasai pasar dan mematikan lawannya. Lihat taksi Presiden, Prestasi, Koperasi, Gamya, Sri Medali, Taxi Cab, Cipaganti, Sepakat, Primajasa, dan lain-lain. Kemana mereka? Apakah mereka mati? Apakah mereka sepi? Apakah kalah bersaing dengan 2 perusahaan raksasa itu?