Udara dingin merasuk kalbu, hembusan angin sepoi-sepoi menambah syahdu. Kepulan asap cerutu seolah menemani pria beruban itu. Pukul delapan malam, sang putra kesayangannya belum juga terlihat.
Sejak kepergian sang istri, suasana rumah seakan tak ada keceriaan. Pria tua itu menikmati bakaran tembakau, ditemani kopi di sudut taman. Pikirannya melayang sambil memandang sang rembulan.
"Yah ..." sapa pemuda tampan, sambil menyalami tangan sang ayah.
Pria berambut putih itu nampak kaget bercampur gembira terpancar dari raut wajahnya. Dipindahkan kursi yang ada di depannya, kemudian mereka ngobrol. Perbincangan itu ditemani singkong goreng, serasa kembali ke masa lampau ketika keluarga itu masih lengkap.
Joe adalah anak bungsu dari dua bersaudara, dimana sang kakak, Nasya sudah berkeluarga dan tinggal di luar kota.
"Bagaimana dengan pekerjaanmu nak? Ayah melihat kamu bahagia dengan pekerjaan yang sekarang," tanya ayah sambil memandang wajah anaknya.
Joe nampak antusias dan menceritakan panjang lebar tentang kantornya, atasannya serta teman-temannya.
Sang ayah menyimak dengan seksama sambil tersenyum.
Tiba-tiba beliau berkata, "menurut kamu, apa beda uang dengan waktu?"
Kening Joe mulai berkerut, dia terdiam beberapa saat, lalu berkata, "uang itu benda sedangkan waktu lebih menunjuk pada keterangan, mungkin sebuah masa, perjalanan."