Berita mengenai proses akuisisi BTN yang dilakukan oleh Bank Mandiri sepekan belakangan ini mulai sering dibicarakan. Tak pandang bulu, yang membicarakan mengenai proses akuisisi dalam dunia perbank-an ini dari berbagai sektor. Mulai dari para pengembang properti, perbank-an, sampai para pejabat teras istana. Pro dan kontra pun hadir, tak lupa berbagai spekulasi pun muncul. Pihak yang pro atau setuju dengan proses akuisisi ini menganggap bahwa akuisisi BTN oleh Bank Mandiri akan kembali menyehatkan BTN selaku Bank yang terkenal dengan kredit sektor perumahannya itu. Pihak yang menolak menyatakan bahwa akuisisi akan menghilangkan ciri khas BTN sebagai Bank khusus KPR (Kredit Perumahan Rakyat) dan rakyat akan bingung mencari kemana harus mencari KPR murah.
Saya mungkin termasuk dalam pihak yang pro atau setuju dengan akuisisi Bank Mandiri terhadap BTN. Ada beberapa alasan mengapa saya menyetujui itu. Begini, BTN merupakan Bank yang sudah ada sejak tahun 1950 dan sejak tahun 1972 menjadi Bank yang bergerak dalam ranah perkreditan rakyat dalam sektor perumahan. Maka tak heran jika banyak KPR disediakan oleh BTN. Namun, ternyata sejak dijadikan sebuah Bank yang khusus untuk perumahan, BTN tidak mampu menekan kredit macet yang melanda BTN.
Semenjak menjadi Bank khusus perumahan, BTN memiliki banyak rekam jejak yang buruk. Sekadar informasi kalau nilai kredit macet di Bank BUMN paling bontot ini terus membesar setiap tahun. Sejak tahun 2009 - 2013, kredit macet yang masuk kolektibilitas 5 naik dari hanya Rp 1,06 triliun (2009) menjadi Rp 3,15 triliun.
Ratio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) BTN juga terus meninggi. NPL Net BTN di 2009 sebesar 2,75% naik menjadi 3,15% tahun lalu. NPL BTN ini jauh diatas rata-rata bank BUMN yang berada di bawah 1%. Seperti Bank Mandiri NPL net hanya 0,37%. Meningkatnya kredit macet di BTN tersebut membuat beban bank semakin menumpuk. Pasalnya untuk kredit macet yang masuk kolektibilitas 5, BTN harus menyiapkan pencadangan hingga 100% atau senilai kredit macet tersebut. Dari data tersebut, jelas bisa dikatakan bahwa Bank BTN sudah tidak sehat.
Nah, ketidak-sehatan BTN sebagai Bank BUMN ini tampaknya dimanfaatkan oleh pihak-pihak nakal dalam hal perumahan. Pihak-pihak nakal ini memanfaatkan kecacatan dan kelemahan BTN untuk kepentingan bisnis mereka. Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mungkin menyadari hal ini (kenakalan pengusaha properti) dengan alasan bahwa hampir dalam satu dekade rencana akusisi BTN isu penolakannya selalu sama.
Said Didu mengatakan kalau pengembang nakal selalu menggunakan modus yang sama untuk memanfaatkan BTN. Para pengembang nakal itu, kalau ada proyek yang memiliki margin besar dan resiko besar maka akan menggunakan bank lain. Tapi kalau mendapatkan proyek yang memiliki margin kecil dan resiko besar maka langsung menggunakan BTN. Jadi seakan-akan BTN ini menjadi tempat sisa proyek saja.
Maka bisa dikatakan bahwa akuisisi BTN yang akan dilakukan oleh Bank Mandiri ini merupakan langkah penyelamatan terhadap Bank yang telah berjasa dalam hal perumahan rakyat tersebut. Hal ini dikarenakan backlog perumahan sudah mencapai sekitar 15 juta rumah dan akan terus membengkak hingga diperkirakan mencapai 21,9 juta unit pada 20 tahun ke depan. Maka untuk bisa memenuhi kebutuhan rumah di Indonesia ini, BTN memerlukan penyehatan dan modal yang besar. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk mewujudkannya adalah dengan akuisisi Mandiri terhadap BTN.
Dengan adanya akuisisi ini, BTN akan terombak secara struktur organisasi dan keuangannya. Lebih good governance dan akan lebih sehat dalam keuangan. Perlu diketahui, BTN menjadi lahan target pekerjaan para pensiunan. Sudah tidak sehat tidak produktif pula. Lagipula, alasan bahwa akuisisi akan menghilangkan Bank yang fokus pada masalah perumahan sudah dijawab sendiri oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan yang menyatakan bahwa fungsi BTN sebagai wadah untuk menyalurkan rumah kepada rakyat akan tetap ada dan semakin besar. Dahlan juga menyatakan bahwa melalui akuisisi ini diharapkan BTN akan memiliki kapasitas modal dan pendanaan yang semakin besar untuk mengatasi backlog perumahan yang terus meningkat setiap tahun.
Saya menyimpulkan, bahwa akuisisi Mandiri terhadap BTN ini tepat. Kenapa? Karena akan menyehatkan satu-satunya Bank yang menyediakan kredit rumah kepada rakyat dan menyelamatkan salah satu aset negara dalam sektor keuangan. Daripada BTN dibiarkan sakit-sakitan lalu terlikuidasi karena kredit macet dan akhirnya hilang tanpa bekas lalu para pengusaha properti nakal dengan seenaknya memainkan pasar perumahan. Pilih mana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H