Kata "cinta" merupakan salah satu kata yang selalu diucapkan dari mulut setiap orang. Cinta merupakan sesuatu yang abstrak, tak dapat diinderai. Indera manusia tidak dapat mengamati atau mengobservasi cinta. Cinta merupakan sebuah kekuatan untuk menyatukan semua orang dalam sebuah lingkup masyarakat. Di sisi lain, cinta juga merupakan kekuatan untuk saling melepaskan. Hal ini biasanya terjadi dalam kehidupan romatis atau relasi asmara. Muncul sebuah pertanyaannya, darimanakah asal muasal dari cinta? Ada yang mengatakan bahwa cinta merupakan hasil dari perasaan. Cinta itu hasil dari persamaan suasana batin, seperti kenyamananl,kebahagian, dan ketenangan. Ada yang mendefinisikan cinta sebgai sebuah kepedulian terhadap sesama sebagai mahkluk sosial yang bermoral. Itu artinya cinta berasal dari sisi moralitas manusia.
Menurut perpspektif orang Kristen, cinta merupakan kekuatan untuk berkorban bagi yang lain. Konsep ini berasal dari ajaran Yesus sebagai penyelamat yang telah mengorbankan dirinya untuk penebusan dosa manusia. Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa cinta itu berasal dari Allah atau Tuhan. Sebagaimana juga yang disampaikan Aristoteles, ia mengatakan, bahwa cinta itu berasal dari Allah dan cinta itu adalah Allah. Benar bahwa cinta itu merupakan sesuatu yang abstrak. Manifestasi dari cinta adalah kebaikan, persaudaraan, cinta kasih, saling menolong dan sebagainya. Dan cinta merupakan fondasi dari segala tindakan baik.
Apakah tindakan kebaikan manusia seutuhnya tindakan cinta? Pertanyaan ini hendak menunjukkan ambivalensi dari cinta itu sendiri. Cinta di satu sisi merupakan sebuah kekuatan untuk bertindak baik atau melakukan kebaikan. Di sisi lain, cinta merupakan sebuah sarana untuk saling mengeskploitasi sesama manusia, menjajah sesama manusia, bahkan mencaplok hak hidup manusia. Berikut saya akan menjelaskan ambivalensi cinta berdasarkan realitas kehidupan manusia Indonesia.
1. Cinta Orang tua. Cinta orang tua merupakan buah dari cinta Allah atau Allah itu sendiri. Dalam diri mereka, Allah mencurahkan cintanya kepada mereka untuk dapat melakukan karya Tuhan sebagai pencipta. Allah menciptakan manusia yang sekarang ini dengan bantuan manusia lain atau orang tua. Hal ini bukan berarti bahwa manusia dapat menciptakan manusia sendiri, melainkan ada kekuatan atau dorongan Allah dalam diri mereka. Hal itu juga disebut sebagai manusia ikut ambil bagian dalam proses penciptaan Allah. Hal ini sudah terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Banyak orang yang telah berkeluarga dan mendapatkan keturunanya. Namun, pada sisi yang lain, kehadiran orangtua tersebut dapat menjadi penyaluran kekuatan jahat, karena banyak orangtua yang telah dengan sengaja menjual, mengugurkan anak mereka, melakukan kekerasan fisik dan seksual terhdap anak mereka. Hal ini menggambarkan ambivalensi cinta orang tua di Indonesia, bahkan di seluruh dunia mengalami hal yang sama.
2. Cinta kepada Saudara. Pada umumnya, manusia merupakan manifestasi cinta Allah. Artinya, manusia diciptakan karena cinta. Cinta itu juga bertumbuh dalam kehidupan keluarga, baik relasi cinta antara orang tua dan anak dan sebaliknya, maupun relasi cinta sesama anak dalam keluarga. Namun, realitas yang terjadi di Indonesia, kehidupan keluarga sangat tidak nyaman akibat perbedaan dalam keluarga.
3. Cinta terhadap Sesama. Jenis cinta terhadap sesama ini merupakan perwujudan manusia sebagai makhluk sosial. Cinta kepada sesama selalu nampak dalam kegiatan yang baik, seperti saling membantu, bekerjasama dan lain sebagainya. Dan untuk mengukiur cinta yang diwujudkan dalam sebuah tindakan baik dalam masyarakat dapat diuji kualitasnya, dengan cara: pertama, setiap manusia merupakan makhluk yang baik, dan untuk mengukur kebaikannya harus diwujudnyatakan dalam tindakan nyata dalam masyaraka sosial. Seanjutnya, untuk menguji kebaikan tersebut dengan cara, apakah saat ia melakukan tindakan baik, ia membutuhkan imbalan dari tindakan baik tersebut? Kalau sangat membutuhkan imbalan, itu bukan kebaikan melain sebuah investasi atau dapat dikatakan sebgai logika pasar atau tindakan transaksi. Namun, jika tidak membutuhkan imbalan, maka tindakan tesebut merupakan sebuah tindakan baik pada level yang sangat tinggi. Karena sebagai pelaku ia tidak membutuhkan imbalannya dan hal ini disebutkan Yesus dalam ajaran kristen sebagai cinta pengorbanan diri.
Dengan melihat poin di atas, sangat benar bahwa cinta itu merupakan sesuatu yang ambivalensi. Selain tiga model cinta di ats, di Indonesia marak terjadinya cinta transaksional. Dalam setiap lemabaga pemerintahan Indonesia kerapkali menerapkan cinta trasnsaksioal. Contohnya, menjelang pemilu banyak orang yang melakukan kebaikan, hal itu dimotivasi agar dapat dilihat orang, dapat dipilih dalam kontestasai pemilu, dan dapat menjadi tokoh yang sangat viral. Sebagai pertanyaan refleksinya ialah, apakah kita melakukan hal yang sama?