Lihat ke Halaman Asli

Kristianto Naku

TERVERIFIKASI

Analis

KAI Commuter, Teman Menuju Peradaban

Diperbarui: 4 September 2023   18:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana di dalam gerbong Commuter Line. Foto: Dok Pribadi Kristianto Naku.

Macet, polusi, desak-desakan, dan kriminalitas. Di Jakarta, mata hampir sayup melihat semuanya. Di jalanan, banjir kendaraaan memperlebar jarak tempuh. Di udara, langit biru tak lagi terlihat karena polusi. Sudahkah kita beralih ke transportasi umum? Sudahkah kita mendukung transportasi ramah lingkungan?  

Bicara soal Jakarta, semua indera pasti tertuju pada tema sentral sepanjang tahun, yakni kemacetan. Pagi subuh sekitar pukul 04.00, lalulintas kendaraan di Jakarta riuh memancing kelima indera untuk siap bertempur di jalan. Desak-desakkan warga mengejar masa depan, tak pernah luput dari waktu yang terus diburu. Di tengah hiruk-pikuk Jakarta, aku perlu pandai me-manage waktu dengan baik. Jika tidak, semuanya bisa pergi begitu saja.   

Di Jakarta, ada begitu banyak tawaran transportasi yang bisa digunakan demi mengejar masa depan. Semua tawaran transportasi ini sengaja kuberinama infrastruktur pemburu waktu. 

Dari sekian banyak tawaran moda transportasi yang ada, KAI Commuter menjadi pilihan favoritku. Jenis transportasi publik ini, menurutku sangat menyatu dengan warna-warni kehidupan Jakarta. 

Mobilitas warga dan desain kesibukan Jakarta, menjadi terasa lebih dekat jika dilihat dari KAI Commuter. Sebagai pendatang di Jakarta, unsur-unsur dasar masa depan, seperti ekonomis, tepat waktu (disiplin), keselamatan, dan ramah lingkungan menurutku sudah terjawab di KAI Commuter atau Commuter Line.

 

Memangkas Biaya (Economical)

Pijakan pertamaku di gerbong Commuter Line sekitar tahun 2016 silam. Perjalanan pertamaku dimulai dari Stasiun Mangga Besar ke Stasiun Serpong. Jarak Manggabesar ke Serpong jika ditempuh menggunakan jasa transportasi lain sudah pasti menelan biaya yang mencekik leher. Aku menelpon sahabatku yang tinggal di sekitar daerah Serpong. 

Katanya, jika ingin santai, lebih leluasa, tidak terjebak macet, safety, dan hemat biaya, lebih baik menggunakan Commuter Line. Anjuran temanku tentunya menantang rasa curiosity-ku untuk menjajak transportasi publik ini. Di stasiun Mangga Besar, aku membeli satu kartu tap sebagai tiket masuk dan sarana payment. Saldo yang kuisi, karena masih baru dan pendatang di Jakarta, sebesar Rp 100.000.

Ketika masuk ke lokasi stasiun, aku masih tetap terjaga, jangan sampai saldo yang kuisi tidak cukup untuk tiket perjalanan menuju Serpong. Ketika waktunya jalan, aku berdiri memegang skoci di tiang dekat pintu masuk-keluar penumpang Commuter Line. Insting nekatku saat itu masih meraba-raba. Beberapa informasi perjalanan disampaikan di setiap gerbong setiap lima menit. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline